Pengamat Kebijakan Publik Soroti Fatwa MUI Soal Larangan Pungutan PBB Berulang

photo author
- Rabu, 26 November 2025 | 20:30 WIB
Pengamat kebijakan publik Achmad Nur Hidayat (dok youtube Indonesia Lawyers Club)
Pengamat kebijakan publik Achmad Nur Hidayat (dok youtube Indonesia Lawyers Club)

Bisnisbandung.com - Pengamat kebijakan publik Achmad Nur Hidayat menilai fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai larangan pungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) berulang mencerminkan kegelisahan masyarakat terhadap praktik perpajakan yang dinilai belum berkeadilan.

Menurutnya, respons MUI muncul di tengah meningkatnya persepsi publik bahwa sejumlah kebijakan pajak dalam beberapa tahun terakhir lebih membebani kelompok berpenghasilan rendah.

Ia menjelaskan bahwa meski konsep dasar perpajakan mengedepankan sistem progresif di mana kelompok berpenghasilan tinggi menanggung porsi pajak lebih besar penerapan beberapa jenis pajak justru bersifat regresif.

Baca Juga: Ketua Majelis Sidang Geram, KPU RI Dinilai Tidak Siap Jelaskan Dokumen Ijazah Jokowi

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi contoh yang dianggap memberatkan karena diberlakukan secara merata, sehingga masyarakat berpenghasilan rendah secara proporsional mengalokasikan lebih banyak pendapatan mereka untuk pajak dibandingkan kelompok berpenghasilan tinggi.

Fatwa MUI dinilai menjadi bentuk koreksi dari masyarakat sipil yang menyoroti pentingnya penerapan pajak berkeadilan.

Menurut Hidayat, MUI tidak berada pada posisi yang menolak pajak, melainkan mendorong agar pemerintah menata ulang kebijakan agar tidak menekan kelompok rentan.

“Saya kira jelas sekali yang diinginkan oleh MUI dan saya kira ini sebagai koreksi dari civil society kita bahwa MUI ingin mengatakan bahwa pajak itu harusnya diterapkan secara berkeadilan,” terangnya dilansir dari youtube Metro TV.

Baca Juga: Klaim Bobibos Dinilai Menabrak Hukum Fisika Dasar, Raymond Chin Ungkap Sejumlah Kejanggalan

“Oleh karena itu, saya kira apa yang harusnya dilakukan oleh pemerintah adalah mendengar dan kemudian bisa kita lakukan redesigning,” imbuhnya.

Namun, ia mengingatkan bahwa rekomendasi penghapusan PBB terutama untuk rumah satu-satunya dapat berdampak signifikan terhadap pendapatan daerah.

PBB merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).

Di sisi lain, pemerintah daerah diperkirakan menghadapi pengurangan dana transfer pada 2026, sehingga hilangnya PBB P2 berpotensi menambah tekanan fiskal.

Baca Juga: Rocky Gerung Nilai Prahara PBNU Terhubung dengan Power Game di Lingkaran Istana

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Durotul Hikmah

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X