Prabowo Tawar Tarif 0% untuk Komoditas Unggulan, Pengamat Soroti Alasan Terselubung

photo author
- Minggu, 2 November 2025 | 08:00 WIB
Presiden Prabowo Subianto (Tangkap layar Kompas TV)
Presiden Prabowo Subianto (Tangkap layar Kompas TV)

Bisnisbandung.com - Presiden Prabowo Subianto untuk menegosiasikan tarif 0% bagi ekspor sawit, karet, dan kakao ke Amerika Serikat bukan hanya kebijakan perdagangan. Melainkan strategi besar dalam menata ulang kekuasaan ekonomi nasional.

Jurnalis Senior FNN sekaligus pengamat Hersubeno Arief menilai langkah menunjukkan arah politik ekonomi yang ingin memperkuat posisi Indonesia di pasar global, sekaligus menegaskan kendali negara atas sumber daya strategis di dalam negeri.

Dalam analisis Hersubeno, langkah diplomasi ekonomi tersebut selaras dengan kebijakan domestik yang dijalankan Prabowo, yakni penertiban lahan besar-besaran melalui Satgas Penertiban Kawasan Hutan yang dipimpin Menteri Pertahanan Syafrie Samsudin.

Baca Juga: Kejagung Siap Lelang Aset Sandra Dewi, Belum Cukup Tutupi Uang Pengganti Rp420 Miliar Harvey Moeis

Satgas ini diklaim berhasil merebut kembali jutaan hektare lahan dari tangan korporasi besar dan menyerahkannya kepada BUMN.

Dua kebijakan ini, menurut Hersubeno, mencerminkan arah yang sama: menata ulang kekuasaan ekonomi nasional dan menentukan siapa yang benar-benar diuntungkan oleh kebijakan pemerintah rakyat atau kelompok bisnis besar.

“Dua kebijakan ini kelihatannya berbeda arah, tapi sesungguhnya punya satu benang merah: menata ulang kekuasaan ekonomi nasional. Pertanyaannya, untuk kepentingan siapa penataan ini dilakukan?” kritisnya dilansir dari youtube pribadinya.

Negosiasi tarif 0% dengan Amerika Serikat diharapkan membuat Indonesia sejajar dengan Malaysia, yang telah lebih dulu menikmati fasilitas serupa.

Baca Juga: Pertamina Pastikan Tak Ada BBM Bermasalah di Jawa Timur, Pemeriksaan Tetap Berlanjut

Malaysia bahkan sudah berhasil menurunkan tarif ekspor sejumlah produk unggulan seperti minyak sawit, karet, dan farmasi hingga mencapai nol persen.

Jika Indonesia berhasil memperoleh kesepakatan yang sama, daya saing ekspor nasional diyakini akan meningkat. Namun, Hersubeno mengingatkan bahwa dampak positif tersebut bisa saja tidak dirasakan secara merata.

Berdasarkan data resmi, dari total sekitar 16–17 juta hektare kebun sawit nasional, lebih dari separuhnya dikuasai oleh korporasi besar, sementara petani kecil hanya menguasai sekitar 35–40 persen.

Hersubeno menilai, jika tarif ekspor benar-benar diturunkan menjadi nol, keuntungan terbesar justru akan mengalir ke korporasi besar yang memiliki rantai bisnis lengkap, mulai dari perkebunan, pengolahan, hingga distribusi ekspor.

Baca Juga: Dedi Mulyadi Respons Interupsi Dewan Soal Tambang, Tidak akan Kompromi dengan Kerusakan Lingkungan

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Durotul Hikmah

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

KPK dan Kejagung Berbagi Peran Tangani Kasus Korupsi

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:00 WIB
X