43 Putaran Negosiasi Ambalat Tanpa Hasil, Joint Development Dinilai Jadi Solusi Paling Realistis

photo author
- Sabtu, 9 Agustus 2025 | 18:30 WIB
Laut Ambalat (Tangkap layar youtube Metro TV)
Laut Ambalat (Tangkap layar youtube Metro TV)

bisnisbandung.com - Pakar hukum internasional Hikmahanto Juwana menilai skema joint development menjadi opsi paling realistis untuk menyelesaikan sengketa Blok Ambalat yang telah melalui 43 putaran negosiasi sejak 2005 tanpa titik temu.

Kompleksitas teknis dan perbedaan pandangan kedua negara membuat perundingan berjalan lambat dan berpotensi berlarut hingga puluhan tahun ke depan.

“Setiap negara, setiap pemerintahan tidak akan mau mundur sejengkal pun dari klaim yang pernah mereka buat. Jadi ini yang membuat kesulitan dan bisa saja masalah ini akan terus berlangsung sampai 2045, 2085, dan seterusnya,” tegasnya dilansir dari youtube Metro TV.

Baca Juga: Polemik Laut Ambalat, Pakar Hukum Internasional Tegaskan Isu Bukan Sekadar Penamaan

Menurut Hikmahanto, salah satu hambatan utama adalah perbedaan acuan peta yang digunakan kedua pihak.

Indonesia berpegang pada penerapan ketentuan Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) ke dalam peta terbaru, sementara Malaysia tetap menggunakan peta lama yang dibuat sebelum mereka meratifikasi konvensi tersebut.

Kondisi ini membuat kedua negara sulit mengubah posisi klaim karena masing-masing enggan mundur dari batas wilayah yang pernah ditetapkan.

Baca Juga: Dinilai Ada Pengacauan Saksi, Kuasa Hukum Nikita Mirzani Ungkap Jaksa Hambat Fakta di Persidangan

"Ya, ini mungkin yang dilihat oleh Bapak Presiden dan Perdana Menteri Anwar Ibrahim bahwa selama ini kita sudah melakukan perundingan-perundingan terus melakukan perundingan," ujarnya.

Melihat kebuntuan tersebut, Presiden Indonesia, Prabowo Subianto dan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim sebaiknya mempertimbangkan skema joint development di wilayah yang tumpang tindih antara Blok Ambalat milik Indonesia dan blok ND6 serta ND7 yang diklaim Malaysia.

“Nah, di wilayah yang beririsan itu ayo kita lakukan joint development. Jadi, ini bisa dilakukan, tetapi kalau misalnya kita dengan Cina tentu kita tidak bisa lakukan karena kita tidak mengakui klaim yang dilakukan oleh Cina,” terang Prof Hikmahanto.

Baca Juga: Tidak Masuk Akal! Amien Rais Kecam Penundaan Eksekusi Vonis Silvester Matuddina

Pendekatan ini dinilai memungkinkan karena kedua negara saling mengakui klaim masing-masing yang menjorok ke wilayah lawan, berbeda dengan kasus klaim Cina yang tidak diakui Indonesia.

Hikmahanto menilai joint development dapat membuka peluang pemanfaatan bersama sumber daya alam di kawasan sengketa tanpa menunggu selesainya perundingan batas wilayah secara hukum.***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Durotul Hikmah

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X