Mewanti-Wanti Kebocoran, UU Perlindungan Data Pribadi Sudah Berlaku Tapi Pengawasan Masih Nihil

photo author
- Sabtu, 26 Juli 2025 | 20:00 WIB
Pakar keamanan siber Pratama Persada  (Tangkap layar youtube tvOneNews)
Pakar keamanan siber Pratama Persada (Tangkap layar youtube tvOneNews)

bisnisbandung.com - Meski Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) telah disahkan sejak 17 Oktober 2022, hingga kini Indonesia masih belum memiliki lembaga khusus untuk mengawasi implementasi perlindungan data masyarakat.

Pakar keamanan siber Pratama Persada menyoroti kelemahan ini dan mendesak agar pemerintah segera membentuk Badan Perlindungan Data Pribadi (Badan PDP) sesuai amanat undang-undang.

Dalam pernyataannya, Pratama menjelaskan bahwa selama ini masyarakat Indonesia menggunakan berbagai layanan digital dari perusahaan asing seperti Google, Meta, Microsoft, hingga X (dulu Twitter), yang menyimpan data pengguna di luar negeri.

Baca Juga: Transfer Data RI ke Amerika Serikat Disebut Sebagai Bentuk Kepastian Hukum dalam Kerja Sama Perdagangan

Ia mencontohkan, pada tahun 2016, lebih dari satu juta data warga Indonesia diduga dimanfaatkan untuk kepentingan kampanye Donald Trump, tanpa ada penyelesaian hukum karena Indonesia belum memiliki regulasi yang kuat saat itu.

Menurut Pratama, UU PDP seharusnya menjadi landasan untuk memastikan perlindungan data secara menyeluruh.

Namun, ia menegaskan bahwa implementasi undang-undang ini sudah telat karena batas waktu dua tahun untuk membentuk Badan PDP akan jatuh pada 17 Oktober 2024.

Jika badan ini belum terbentuk setelah tenggat tersebut, maka secara hukum Presiden dianggap melanggar undang-undang.

Ia menekankan bahwa selama ini masyarakat tidak menyadari bahwa data mereka telah disimpan dan diproses oleh entitas asing.

Baca Juga: Kriminolog UGM Ungkap Celah Keterlibatan Pihak Lain dalam Kematian Arya Daru

Bahkan saat menyuarakan kritik melalui media sosial seperti WhatsApp atau X, mereka tetap menggunakan platform asing yang server-nya berada di luar negeri.

“Jadi kita ini sebenarnya secara de facto, gitu, sudah menyimpan data kita di sana tapi kita belum ada perlindungannya. Nah, dengan ini harusnya kita membuat perlindungan lebih kuat untuk warga masyarakat Indonesia,” terangnya dilansir dari youtube tvOneNews.

Lebih lanjut, Pratama juga mengaitkan isu ini dengan dominasi digital asing dalam sistem pembayaran nasional.

Ia mengungkap bahwa ketergantungan terhadap sistem seperti Visa dan Mastercard masih tinggi, meskipun pemerintah sudah mulai mendorong penggunaan sistem lokal seperti QRIS dan GPN.

Baca Juga: Hilangnya Handphone dalam Kematian Arya Daru, Kepolisian Dinilai Tengah Antisipasi Penghilangan Jejak

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Durotul Hikmah

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

KPK dan Kejagung Berbagi Peran Tangani Kasus Korupsi

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:00 WIB
X