Ade Armando Turut Bersuara Soal Polemik Fadli Zon, Ini Soal Luka Sejarah Bangsa

photo author
- Kamis, 19 Juni 2025 | 19:30 WIB
Ade Armando, Politisi PSI (Tangkap layar youtube Cokro TV)
Ade Armando, Politisi PSI (Tangkap layar youtube Cokro TV)

bisnisbandung.com - Politisi dari PSI, Ade Armando, menyatakan keprihatinan terhadap pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang meragukan keberadaan pemerkosaan massal dalam Tragedi Mei 1998.

Bagi Ade, isu ini bukan sekadar perdebatan akademik, tetapi menyentuh luka sejarah bangsa yang masih belum sepenuhnya pulih hingga hari ini.

Ade menilai pernyataan Fadli yang mempertanyakan keberadaan bukti kekerasan seksual dalam kerusuhan Mei 1998 sebagai langkah yang tidak bijak, terlebih karena disampaikan dalam kapasitasnya sebagai pejabat negara.

“Keraguan mengenai pemerkosaan massal memang berulang kali terdengar. Tapi rasanya, Fadli kali ini kurang bijak mengatakan tidak ada bukti pemerkosaan,” ucapnya dilansir dari youtube Cokro TV.

Baca Juga: Xanana Gusmao Sindir Jokowi dan Berani Bentak Rocky Gerung, Ini Pesannya!

Ia mengingatkan bahwa Fadli kini menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, institusi yang saat ini sedang menggarap proyek besar penulisan ulang sejarah nasional.

“Fadli harus ingat, dia sekarang bukan lagi sekadar aktivis politik. Dia adalah Menteri Kebudayaan. Dan secara lebih spesifik, Kementerian Kebudayaan saat ini diketahui tengah menggarap penulisan ulang sejarah nasional yang ditargetkan rampung pada Agustus 2025,” tegasnya.

Dalam konteks ini, setiap pernyataan publik mengenai tragedi sejarah harus disampaikan dengan kehati-hatian dan kepekaan.

Menurut Ade, pernyataan Fadli bisa memicu kekhawatiran publik bahwa negara sedang mencoba membentuk narasi sejarah yang berpihak, dengan menghapus atau meminimalkan peristiwa-peristiwa kelam seperti kekerasan seksual dalam kerusuhan Mei 1998.

Baca Juga: Konflik Iran–Israel Makin Mengkhawatirkan, Chappy Hakim Sebut Ini Bukan lagi soal Militer antar Kedua Negara

Ia juga mengingatkan bahwa Tragedi Mei bukan hanya soal penjarahan dan pembakaran, tetapi juga menyimpan catatan kekerasan terhadap perempuan, terutama perempuan Tionghoa, yang tercatat dalam berbagai laporan dan kesaksian korban.

Ade merujuk pada laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang dibentuk pada 1998, yang memang mengakui adanya kesulitan dalam memverifikasi jumlah pasti korban pemerkosaan.

Namun demikian, tim tetap mencatat keberadaan korban kekerasan seksual yang tersebar di beberapa kota besar seperti Jakarta, Medan, dan Surabaya.

Baca Juga: ICW Ungkap Korupsi Pengadaan Masih Marak Meski Sudah Digital, Proyek Fiktif dan Mark-Up Jadi Modus

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Durotul Hikmah

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

KPK dan Kejagung Berbagi Peran Tangani Kasus Korupsi

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:00 WIB
X