ICW Ungkap Korupsi Pengadaan Masih Marak Meski Sudah Digital, Proyek Fiktif dan Mark-Up Jadi Modus

photo author
- Kamis, 19 Juni 2025 | 18:30 WIB
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Wana Alamsyah (Tangkap layar youtube satu visi utama)
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Wana Alamsyah (Tangkap layar youtube satu visi utama)

bisnisbandung.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Wana Alamsyah, menyoroti bahwa meskipun sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah telah didigitalisasi melalui e-katalog, praktik korupsi tetap meluas.

Dalam pemantauan ICW selama lima tahun terakhir, ditemukan bahwa teknologi digital belum sepenuhnya efektif menekan angka korupsi jika tidak diimbangi dengan perbaikan sistem pengawasan yang menyeluruh.

Menurut Wana, dari 2019 hingga 2023, ICW mencatat 1.189 kasus korupsi di sektor pengadaan yang telah masuk ke tahap penyidikan oleh aparat penegak hukum.

Baca Juga: Usulan Pemakzulan Gibran Bukan Prioritas, Anggota DPR RI Menilai RUU PPRT Lebih Mendesak

“Jadi total keseluruhan kasus korupsi pengadaan itu, kalau kami pantau selama 5 tahun terakhir, sekitar 1.189 kasus dengan total kerugian negara Rp47,1 triliun begitu,” lugasnya dilansir Bisnis Bandung dari youtube satu visi utama.

Angka ini menunjukkan tren kenaikan, dari 174 kasus pada 2019 menjadi 266 kasus pada 2023. Total kerugian negara akibat praktik korupsi tersebut diperkirakan mencapai lebih dari Rp47 triliun.

Dalam analisisnya, Wana menjelaskan bahwa banyak dari kasus tersebut terjadi karena lemahnya pengawasan, meskipun proses pengadaan telah menggunakan sistem elektronik seperti e-katalog dan e-purchasing.

Baca Juga: Konflik Iran–Israel Makin Mengkhawatirkan, Chappy Hakim Sebut Ini Bukan lagi soal Militer antar Kedua Negara

Menurutnya, penggunaan teknologi hanyalah alat bantu, bukan jaminan otomatis untuk mencegah tindak pidana korupsi.

Tanpa perbaikan sistemik dan penguatan kontrol internal, korupsi akan tetap mencari celah, bahkan dalam sistem digital.

Wana juga menegaskan bahwa modus-modus korupsi dalam pengadaan cenderung berulang dan bersifat klasik. Proyek fiktif, mark-up harga, dan penyalahgunaan anggaran masih mendominasi.

Dalam beberapa kasus, anggaran disalurkan untuk kegiatan yang tidak pernah dilaksanakan atau barang yang tidak pernah tersedia. Sementara itu, harga pengadaan barang kerap dinaikkan hingga beberapa kali lipat dari harga normal.

Khusus dalam konteks pengadaan laptop Chromebook oleh Kemendikbud Ristek yang bernilai Rp9,9 triliun dan dilakukan melalui e-katalog.

Baca Juga: Xanana Gusmao Sindir Jokowi dan Berani Bentak Rocky Gerung, Ini Pesannya!

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Durotul Hikmah

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X