Data dari Direktorat Perkapalan Kemenhub menunjukkan ada delapan kapal bernama JKW Mahakam, dan enam kapal Dewi Iriana. Beberapa di antaranya dimiliki oleh:
PT IMC Pelita Logistik Tbk (PSSI) dan anak usahanya PT Pelita Samudera Shipping (PSS)
PT Sinar Pasifik Lestari
PT Permata Lintas Abadi
PT Glory Ocean Lines
Baca Juga: Pengamat Politik: Jokowi Lebih Cocok dengan PSI Bukan PPP
Perusahaan-perusahaan ini bergerak di bidang pelayaran dan logistik mineral, termasuk batu bara, nikel, hingga pasir silika.
Kerusakan Ekosistem dan Konflik Adat
Di sisi lain, ekspansi tambang nikel di wilayah Raja Ampat dan Halmahera Timur telah memicu kerusakan ekologis yang luas.
Pulau-pulau kecil seperti Pakal, Mabuli, Gey, dan Gebek disebut mengalami degradasi lahan akibat aktivitas tambang dan lalu lintas kapal berat.
Beberapa laporan bahkan menyebutkan adanya konflik dengan masyarakat adat setempat yang merasa ruang hidup mereka terampas oleh aktivitas pertambangan besar-besaran.
Baca Juga: Gegara Follow Akun Judol, Wapres Gibran Jadi Sorotan Netizen! Istana Langsung Buka Suara
Bukan Cuma dari Indonesia, Jutaan Ton Nikel Diimpor dari Filipina
Yang lebih mengejutkan, selain eksploitasi dari wilayah Indonesia timur, industri nikel nasional juga mengimpor lebih dari 6 juta ton ore nikel dari Filipina, tepatnya dari Surigao del Norte.
Filipina sendiri tengah menghadapi masalah serupa: kerusakan lingkungan dan konflik agraria akibat tambang.
Artikel Terkait
Soal Izin Tambang di Raja Ampat, Menteri Bahlil Bisa Memicu Kekeliruan Baru? Ini Kata Aktivis Lingkungan
Raja Ampat Terancam, Upaya Pemerintah Lemah, Aktivis Geram Ungkap Kerusakan Sudah Terlihat
Wamenaker Tegaskan Job Fair Bukan Formalitas, Lowongan Kerja Sudah Diverifikasi
Job Fair Pemerintah Dianggap Kurang Efektif, Ini Kata Konsultan SDM
Cara Simpan Video dari X (Twitter) Langsung ke Galeri HP (Android & iPhone)
Ini 4 Perusahaan Tambang Nikel di Raja Ampat yang Diduga Cemari Lingkungan