Eks KPK Sebut Masa Depan Pengadilan Suram, Kritik Keras  Kasus Korupsi Ketua PN Jakarta

photo author
- Selasa, 15 April 2025 | 20:10 WIB
Kejagung umumkan Ketua PN Jakarta terduga korupsi (Tangkap layar youtube Metro TV)
Kejagung umumkan Ketua PN Jakarta terduga korupsi (Tangkap layar youtube Metro TV)

 

Bisnisbandung.com - Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yudi Purnomo Harahap, melontarkan kritik tajam terhadap kondisi lembaga peradilan di Indonesia setelah mencuatnya kasus dugaan suap yang menjerat Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta.

Yudi menilai masa depan pengadilan bebas korupsi masih suram jika sistem hukum terus dikuasai oleh praktik korupsi yang bersifat sistematis.

Menurut Yudi, keterlibatan sejumlah aktor penting dalam sistem peradilan, mulai dari pimpinan pengadilan, majelis hakim, panitera hingga pengacara dalam satu perkara korupsi, menunjukkan adanya persoalan yang lebih mendasar dari sekadar kasus individual.

Baca Juga: Walkot Farhan Jadi Sorotan Usai Bentak Wartawan, Ditanya Soal Penataan PKL Cicadas

“Pimpinan Pengadilan, 3 majelis hakim, Paniteranya, Pengacara jadi tersangka, tinggal sumber uangnya,” tulisnya di akun X pribadinya, dilansir Bisnis Bandung, Selasa(4/15).

“Masa depan pengadilan tanpa korupsi masih suram jika penegak hukum masih korup sistematis kata gini, uang pengganti sekitar 17 triliun dibarter 60 milyar, negara rugi 2 kali,” lanjutnya.

Dari cuitannya tersebut, Ia menyampaikan pandangan bahwa persoalan ini merupakan refleksi dari korupsi struktural yang mengakar di dalam institusi hukum.

Baca Juga: Mantan Ketua MPR Desak Jokowi Tunjukkan Ijazah Asli, Singgung Ancaman Penjara 6 Tahun

Dalam kasus ini, Muhammad Arif Nuryanta diduga menerima suap sebesar Rp60 miliar untuk mengatur vonis terkait pemberian izin ekspor crude palm oil (CPO) kepada tiga perusahaan besar, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.

Jumlah uang tersebut disebut jauh lebih kecil dibandingkan nilai kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp17 triliun, menciptakan potret ironi dalam proses penegakan hukum.

Yudi juga menyoroti bagaimana barter antara potensi pengembalian kerugian negara dan uang suap menjadi indikator bahwa sistem peradilan justru berfungsi sebagai alat kompromi, bukan keadilan.

Baca Juga: Mantan Ketua MPR Desak Jokowi Tunjukkan Ijazah Asli, Singgung Ancaman Penjara 6 Tahun

Ia menilai negara mengalami kerugian ganda: pertama dari tindak pidana itu sendiri, dan kedua dari kegagalan menegakkan hukum secara bersih dan transparan.

Pernyataan Yudi ini memperkuat kekhawatiran publik atas integritas institusi pengadilan di Indonesia.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Alit Suwirya

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X