Ia menyebutkan bahwa hakim sering kali menerima informasi awal dari penyidik atau jaksa yang membentuk asumsi sejak awal.
"Advokat itu skornya sudah 3-0 dari awal karena hakim cenderung percaya pada informasi dari negara," kata Aristo.
Selain itu Aristo mengungkapkan adanya potensi motif tersembunyi dalam proses pengadilan seperti saling melindungi antar institusi.
"Kadang-kadang ada kemungkinan bahwa pelanggaran prosedur dibiarkan karena ini adalah pilihan politik sejak pembentukan KUHAP," jelasnya.
Baca Juga: Bambang Pacul dan Puan Maharani, Qodari Sebut Keduanya Punya Peran dalam Kekalahan PDIP di Jateng
Aristo menyimpulkan bahwa hukum pidana di Indonesia masih kental dengan aroma otoritarianisme.
Sistem ini memberikan perlindungan lebih kepada institusi negara bahkan jika terjadi pelanggaran prosedural.
"Di negara demokratis kasus seperti ini tidak akan bertahan. Tapi di Indonesia sistem hukum kita masih berat sebelah," tutupnya.***
Artikel Terkait
Kontroversi Pameran Galeri Nasional, Fadli Zon Klarifikasi Soal Kurasi Lukisan
Gibran: Presiden Prabowo Beri Atensi Khusus untuk Kelancaran Nataru
Rocky Gerung Tantang Fadli Zon Debat Soal Lukisan Yos Suprapto yang Kontroversial
PPN 12% Jadi Ujian Berat bagi Prabowo, Rocky Gerung: Harus Dibatalakan!
Yenny Wahid Kritik Rencana Kenaikan PPN, Utamakan Rakyat Bukan Angka
Basuki Hadimuljono Tegaskan Konglomerat Investasi di IKN Bukan Hanya Karena Perintah Jokowi