Pertama ketidakpastian kemenangan. Kedua ketidakmampuan lagi menggerakkan dana bantuan sosial (bansos) seperti dulu untuk mendongkrak popularitas kandidat.
Sobary juga mengkritik sikap Mbah Mulyono yang dianggap memiliki rasa malu secara selektif.
"Dia malu kalau dipermalukan di Pilkada Jawa Tengah tapi ketika membela anak dan menantunya dalam kasus lain, rasa malu itu seolah hilang," tegasnya.
Hal ini menurut Sobary menunjukkan betapa kompleksnya karakter Mbah Mul dalam peta politik Indonesia.
Baca Juga: “Lapor Mas Wapres” Viral di Media Sosial, Netizen Ramai-ramai Adukan Akun Fufufafa
"Kondisi ini memperlihatkan tanpa kekuasaan dan bansos kewibawaannya tidak lagi dianggap ada," pungkasnya.
Fenomena ini kata Sobary menjadi potret memudarnya kekuasaan yang pernah begitu besar.
Namun ia menekankan bahwa kondisi ini bukan karena kesadaran diri melainkan keterbatasan kemampuan.
"Ini bukan kapok tapi karena sudah tidak bisa lagi," ujarnya.
Sobary mengajak masyarakat untuk melihat fenomena ini sebagai pembelajaran.
"Kita harus lebih kritis terhadap mereka yang mendewakan kekuasaan baik yang formal maupun informal. Jangan sampai masyarakat terus dijadikan alat politik oleh para elite," tutupnya.***
Artikel Terkait
Ambisi Hasto, Andika, Bambang Pacul, dan Isu Elektabilitas, Zulfan Lindan: PDI Perjuangan di Persimpangan Jalan
Tolak Konflik di Laut China Selatan, Prabowo Tegaskan Kedaulatan Indonesia
Mengenal Darmawan Prasodjo, Karier Gemilang yang Membawanya Hingga Direktur Utama PLN
Krisis Kepercayaan? Adi Prayitno Bahas Harapan Rakyat Lewat Lapor Mas Wapres
Ade Armando: Kasus Bahlil Lahadalia Ungkap Praktek Komodifikasi Gelar Doktor di Indonesia
Prabowo Terjebak dalam Sengketa Natuna Utara, Rocky Gerung: Indonesia di Antara China dan Amerika