Ia pun menyediakan beberapa paket wisata untuk para pelancong. Ada paket homestay, paket outboud, serta paket live in dengan banderol mulai Rp 130.000 hingga Rp 750.000 per orang. Aneka paket tersebut selalu diupdate di situs gunung-apipurba.com. Saat ini, sudah ada 80 homestay dengan kapasitas 250 orang. "Turis bisa berbaur dengan masyarakat," katanya.
Berbagai kegiatan disuguhkan masyarakat Desa Nglanggeran. Beberapa diantaranya seperti outbond, treking Gunung Api Purba, panjat tebing, flying fox hingga paket wisata budaya seperti paket wisata bertani, paket belajar karawitan dan workshop batik topeng.
Yang terbaru, Pria kelahiran 1988 ini juga meluncurkan Griya Cokelat Nglanggeran sejak 2014. Ia bekerjasama dengan para petani kakao di sekitar Yogyakarta. Aneka produk olahan kakao dijajakan dengan harga Rp 13.000 - Rp 60.000. Jadi setelah selesai berkunjung, pelancong bisa belanja oleh-oleh khas Nglanggerang. "Kalau bakpia sudah biasa," tuturnya.
Seluruh kegiatan ekowisata di Nglanggeran dikelola oleh Karang Taruna Bukit Putra Mandiri. Tak cuma itu, karang taruna ini juga mengikutsertakan masyarakat sekitar. "Omzet kami gunakan untuk pembangunan desa. Tapi tidak menutup kemungkinan bermitra dengan pihak lain," jelasnya.
Segala jerih payah Sugeng dan teman-teman Karang Taruna Bukit Putra Mandiri kini membuahkan hasil. Mulai banyak masyarakat yang menjadi perajin, pemandu wisata, pedagang dan lainnya. Pendapat warga dan desa pun terangkat. Secara perlahan, mengubah pola pikir masyarakat bahwa sukses harus merantau.
Wajah Desa Nglanggeran, Pathuk, Gunungkidul Yogyakarta mulai berubah. Areal yang dulunya tandus, sedikit demi sedikit mulai menghijau dan bergairah. Perubahan ini tidak terlepas dari gerakan pemberdayaan masyarakat yang digagas oleh Sugeng Handoko.
Gerakan tersebut ternyata bisa mendorong partisipasi warga lebih aktif. Warga pun mulai menghidupkan kembali potensi perkebunan dan peternakan mereka. Semisal mengembangkan perkebunan durian dan kelengkeng. Dan tidak lagi mengandalkan kayu dan batu sebagai sumber pemasukan.
Penanaman pohon secara rutin juga getol digalakkan di desa dengan luas 45 hektare tersebut. "Pada 2012, desa kami dapat hibah sekitar Rp 1,04 miliar dari pemerintah provinsi untuk membuat embung di tiga dusun Nglanggeran," jelas Sugeng.
Embung tersebut akhirnya diresmikan pada 2013. Dinas Pertanian dan Yayasan Obor Tani ikut memberikan penyuluhan soal cara pemanfaatan embung.
Sejak adanya embung, warga Desa Nglanggeran tak lagi takut kekurangan air. Embung seluas 0,34 hektare difungsikan untuk menampung air hujan dan dipakai sebagai cadangan saat kemarau datang.
Bahkan 21 pompa air dikerahkan untuk mengalirkan air ke perkebunan buah dan sawah milik warga. "Sejak ada embung, kami membentuk Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata). Kami buktikan kalau alam dilestarikan bisa mendatangkan manfaat buat desa dan ekonomi," tuturnya.
Warga tak lagi kekurangan air, roda perekonomian juga terdongkrak. Sebab, warga mendapat tambahan penghasilan dari pengembangan ekowisata Nglanggeran.
Tak sampai di situ, Sugeng juga menggandeng kelompok tani Kumpul Makaryo dan kelompok ternak Purbaya. Pria yang kerap tampil menggunakan blangkon ini membuat wisata edukasi pengenalan pertanian dengan paket wisata budidaya padi, hidroponik dan budidaya kambing etawa (PE). "Biasanya paket wisata ini berkelompok dan yang paling banyak peminatnya dari pelajar," ujar Sugeng.
Atas kerja kerasnya, Sugeng diganjar beberapa penghargaan, antara lain Pemuda Pelopor Tingkat Nasional 2011 dalam bidang seni budaya dan pariwisata dan The Winner Hilo Green Leader 2015.
Desa Nglanggeran juga menjadi kawasan GeoPark UNESCO dan mendapat sejumlah apresiasi. Salah satunya sebagai Desa Wisata Terbaik se-ASEAN oleh ASEAN Community Based Tourism Award 2017.