Maka ketika kita lebih awal dari waktu sahar/sahurnya, misalnya ketika kita makan sahur jam 03 atau jam 02, jeda kewaktu fajar dan waktu berbuka puasanya akan relatief lebih lama, dibandingkan jika kita makan sahur jam 04 an.
Jika makan sahur terlalu cepat atau terlalu lama dari waktu menjelang buka atau maghrib, maka energy otomatis berkurang, support untuk meningkatkan ibadah itu menjadi lemah semakin berkurang maksudnya.
“Jadi misalnya kalau kita memulai waktu makan dan minum sahur diwaktu jam 04, atau mendekati waktu fajar, maka ketika kita kondisikan dengan waktu hisab/jam tertentu, maka dari makanan ini kalau kita lakukan dengan benar akan tersuport energi yang positif untuk mendorong kita berperilaku yang baik, meningkatkan amal ibadah, tidak banyak istirahat, tidak banyak tidur, tetapi terkreasikan kedalam betuk amal ibadah yang positif”, papar Ustadz Adi Hidayat.
Baca Juga: Ustadz Khalid Basalamah: Inilah Cara Menghilangkan Rasa Mengantuk Meski Sudah Cukup Tidurnya
Ustadz Adi Hidayat mengimbuhkan, kata berkah yang melekat dalam sahur/sahar juga memberi kesan kepada makananya, bahwa kita juga harus melihat makanannya.
Jangan sampai makanan yang dikonsumsi diwaktu sahur/sahar, didapat atau dikonsumsi dari sesuatu hal yang didapat dengan cara tidaka baik.
Misalnya makan atau minuman sahurnya dari hasil pencurian, hasil korupsi, hasil menipu, maka tidak ada berkahnya.
Maka cari yang berkah, supaya saat puasa digunakan untuk aktivitas tidak malas, bekerja tetap jalan, jujur bagus semangat, dispilin dan berkah.
Yang kedua yakni amalan rohani. Ingat jangan salah, diwaktu sahur atau sahar bukan hanya makan, ada doa, dan kalau kita panjatkan Masya Allah mustajab, ada dzikir dan minimal istigfhar.
Al-quran sampaikan ada kebiasaan penghuni sorga yakni, banyak bertistigfhar diwaktu sahar/sahur, jadi kita harus bagi kapan waktunya makan kapan waktunya doa.
Jeda waktu singkat setelah makan 3-5 menit, gunakan oleh kita untuk beristigfar, doa, minta ampunan kepada Allah, minta petunjuk atau teruskan doanya.
Kalai itu dibiasakan, maka akan memberikan ketahanan kepada rohani, keberkahan, manfaat yang baik, yang setidaknya akan mencegah kita dari perbuatan yang negatief, kontra produktif.
Ketahanan rohani akan mereduksi sekaligus mencegah potensi - potensi negatief, perbuatan buruk yang merusak esensi puasa kita, seperti provokasi atau hoaq, fitnah,ghibah dan sebagainya.
Sedangkan ketangguhan secara fisik untuk menahan lapar, haus sampai waktunya berbuka tiba, pungkasnya.***