Dengan dominasi tersebut, bahkan negara yang tidak menggunakan perangkat Huawei tetap berpotensi membayar royalti atas teknologi standar yang mereka miliki.
Tuduhan yang sering diarahkan ke Huawei adalah potensi praktik mata-mata. Walaupun belum ada bukti konkret yang dipublikasikan, kekhawatiran Amerika didasarkan pada kemampuan perusahaan itu untuk mengakses infrastruktur vital global.
Dalam logika geopolitik, kemampuan saja sudah cukup memunculkan ketakutan, meski tindakan langsung tidak pernah terbukti.
Baca Juga: Helmy Yahya Soroti Ketimpangan Pertumbuhan di Rebana, Indramayu Butuh Perhatian Khusus
Raymond menilai bahwa alasan sebenarnya di balik tekanan Amerika adalah potensi perubahan tatanan teknologi global. Dominasi Huawei dianggap mampu mengguncang posisi negara-negara Barat sebagai pusat inovasi dan kontrol teknologi strategis.
Raymond mengungkap bahwa kekuatan Huawei bukan hanya pada teknologinya, tetapi juga pada budaya internal yang dikenal sebagai “Wolf Culture”.
Budaya ini dianggap membentuk mentalitas perusahaan yang siap menghadapi tekanan eksternal, beroperasi dalam kondisi ekstrem, dan tetap bertahan meski berkali-kali ditekan melalui sanksi internasional.***
Baca Juga: SD YAS 2 Galang Donasi untuk Bantuan Korban Banjir Sumatra