bisnis

Celios Laporkan Ke PBB, Ada Anomali Data Pertumbuhan Ekonomi Indonesia yang Dirilis BPS

Selasa, 12 Agustus 2025 | 18:00 WIB
Penurunan kemisikan menurut BPS (Tangkap layar youtube Kompas TV)

bisnisbandung - Lembaga independen Center of Economics and Law Studies (Celios) melayangkan surat resmi kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk meminta audit terhadap data pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS).

Laporan BPS mencatat pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal II 2025 sebesar 5,12 persen, angka yang dinilai Celios tidak mencerminkan kondisi riil perekonomian.

Direktur Kebijakan Publik Celios, Media Wahyudi Askar, menjelaskan bahwa langkah ini diambil karena terdapat potensi inkonsistensi dan ketidakakuratan dalam perhitungan Produk Domestik Bruto (PDB).

Baca Juga: 'Merah Putih One for All' lebih dari 6,7 Miliar Sonny Pudjisasono: Jangan Komen Kalau Belum Nonton di Bioskop

Celios membandingkan angka BPS dengan studi Reuters yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi hanya 4,8 persen.

“Ekonom, pelaku usaha, dan masyarakat luas bingung karena data pertumbuhan ekonomi 5,12% itu di luar ekspektasi, ya. Bahkan studi Reuters itu menyebutkan pertumbuhan ekonomi hanya 4,8%,” lugasnya dilansir dari youtube Kompas TV.

Surat tersebut ditujukan ke Divisi Statistik PBB dan Komisi Statistik PBB yang berwenang mengawasi metodologi statistik internasional.

Baca Juga: Film Merah Putih One For All Viral, Produser Eksekutif Ucapkan Terima Kasih

Celios menilai terdapat sejumlah anomali dalam data BPS, antara lain pertumbuhan ekspor dan impor yang dilaporkan meningkat, sementara pendapatan negara bukan pajak justru turun 22 persen secara tahunan.

Anomali lain terlihat pada pola pertumbuhan musiman, indikator manufaktur yang naik meski Purchasing Managers Index (PMI) turun, serta peningkatan Penanaman Modal Tetap Bruto (PMTB) sebesar 6,99 persen tanpa penjelasan sektor penyumbang.

Menurut Celios, potensi ketidaksesuaian ini bisa terkait dengan penggunaan metodologi baru atau perubahan indikator yang tidak diungkapkan kepada publik.

Baca Juga: Prabowo Langgar Hukum! Suhadi: Abolisi Terlambat, Amnesti Terlalu Dini

Lembaga tersebut menilai transparansi BPS penting untuk mencegah risiko seperti yang pernah dialami Yunani ketika krisis utang akibat manipulasi data defisit, atau Argentina yang menghadapi tekanan internasional karena kurangnya keterbukaan data ekonomi.

“Jadi ini yang kemudian kami ingin meminta transparansi dari BPS karena kalau kita bisa belajar dari banyak negara di dunia, misalkan Yunani itu mengalami krisis hutang yang terjadi karena mereka memanipulasi data defisit saat itu,” jelasnya.

Halaman:

Tags

Terkini