bisnisbandung.com - Fenomena "Rojali" atau rombongan jarang beli yang marak terlihat di pusat-pusat perbelanjaan kini menjadi sorotan karena dianggap mencerminkan lemahnya daya beli masyarakat.
Meski dinilai bersifat sementara oleh sebagian pelaku industri, sejumlah analis menilai bahwa kondisi ini tidak bisa dianggap remeh, terutama karena tren tersebut telah terjadi secara konsisten dalam setahun terakhir.
Ekonom Awalil Rizky mengulas fenomena Rojali dalam konteks makroekonomi nasional. Ia menyoroti bahwa kondisi ini mencerminkan penurunan konsumsi rumah tangga sebagai motor utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Baca Juga: Potensi Gagal Bayar Rp85 Triliun dari Kopdes Merah Putih, Pengamat Nilai Bisa Timbulkan Masalah Baru
Menurutnya, pernyataan yang menyebut bahwa Rojali akan hilang jika pertumbuhan ekonomi mencapai 8% perlu dipahami lebih kritis.
Ia menilai bahwa justru konsumsi yang dipengaruhi daya beli adalah faktor utama yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi, bukan sebaliknya.
Awalil juga mengkritisi target pertumbuhan ekonomi sebesar 8% yang tertuang dalam RPJMN pemerintahan saat ini.
Dalam dokumen resmi, target tersebut memang baru akan dicapai secara bertahap hingga tahun 2029. Untuk tahun 2025, target pemerintah dipatok pada angka 5,3%, meski secara realistis diperkirakan akan lebih rendah.
Baca Juga: Peluncuran Koperasi Desa Merah Putih Direspons Negatif Pasar, Saham Bank BUMN Tergelincir
Hal ini menunjukkan bahwa fenomena seperti Rojali kemungkinan masih akan berlangsung dalam beberapa tahun ke depan.
“Artinya, Rojali masih menunggu 4 tahun. Ya, akan terus berlangsung 4 sampai 4,5 tahun ke depan,” ungkap Awalil Rizky di youtube pribadinya.
Lebih lanjut, proyeksi dari lembaga internasional seperti Dana Moneter Internasional (IMF) menunjukkan ketidaksesuaian dengan target pemerintah.
Dalam laporan World Economic Outlook, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan hanya akan mencapai sekitar 4,7% pada 2025 dan 2026. Bahkan pada 2029, proyeksinya hanya menyentuh angka 5,1%, jauh dari target 8%.
Baca Juga: Gerakan Tagar “Indonesia Gelap” Dituding Didanai, Bivitri Susanti Kritik Tajam Presiden Prabowo