bisnisbadung.com - Leonard Hartono, pengusaha muda yang masuk daftar Forbes 30 Under 30 Asia, mengungkapkan keprihatinan mendalam terhadap kompleksitas sistem perizinan di Indonesia.
Berdasarkan pengalamannya sendiri, Leonard menilai bahwa proses mendapatkan izin usaha atau pembangunan justru sering kali lebih lama dibandingkan proses fisik pembangunan itu sendiri.
Sebagai entrepreneur yang aktif membangun bisnis dan properti, Leonard menyaksikan langsung bagaimana birokrasi yang berbelit dan kesalahan administratif dari pihak berwenang bisa menimbulkan keterlambatan serius.
Baca Juga: Soal Perpres Perlindungan Jaksa, Presiden Prabowo Tengah Bidik Kasus Korupsi Besar?
“Saya punya pengalaman waktu saya membangun sebuah office gitu, di mana proses untuk apply perizinan itu lebih lama dibandingkan ngebangun gedungnya. Ini kan sebenarnya lumayan lucu, gitu,” terangnya dilansir dari youtube Kompas TV.
Salah satu contoh yang ia alami adalah kesalahan gambar Garis Sempadan Bangunan (GSB) dari instansi pemerintah, yang berdampak pada mundurnya jadwal pembangunan dan membengkaknya biaya tambahan, padahal kesalahan tersebut berasal dari pihak regulator.
Menurutnya, inefisiennya proses perizinan menjadi salah satu alasan utama kenapa pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak mencapai potensi maksimal.
Ia menyebut kondisi ini sebagai bagian dari fenomena premature industrialization, di mana Indonesia belum mampu mengoptimalkan tenaga kerja dan biaya produksi murah karena sektor industri belum berkembang sesuai harapan.
Baca Juga: Program Barak Militer Dinilai Efektif Jangka Pendek, Politisi Golkar Dorong Solusi Berkelanjutan
Lebih lanjut, Leonard menilai bahwa hambatan dalam kemudahan berbisnis membuat banyak investor, termasuk orang kaya dalam negeri, enggan menanamkan modal di sektor riil.
Alih-alih membangun pabrik atau properti, dana-dana besar lebih banyak dialihkan ke aset pasif seperti obligasi, saham, atau bahkan aset kripto.
Hal ini mencerminkan bahwa risiko berinvestasi di Indonesia dianggap terlalu tinggi, akibat ketidakpastian regulasi, potensi konflik pertanahan, dan kurangnya kepastian hukum.
Ia menegaskan bahwa fenomena ini berdampak langsung terhadap stagnasi pembangunan ekonomi nasional.
Baca Juga: Heran Pembinaan di Barak Militer Dipersoalkan, Hendri Satrio: Dampak Terburuknya Apasih?