bisnis

Terbongkar! Undang-Undang Ini Biang Kerok Ambruknya Industri Tekstil di Indonesia

Senin, 15 Juli 2024 | 21:10 WIB
mirisnya nasib Industri tekstil di Indonesia (pixabay/swastikaArora)

Bisnisbandung.com - Industri tekstil di Indonesia sedang menghadapi masa sulit, dan menurut Tom Martin Charles Ifle seorang konsultan bisnis, pemerintah adalah penyebab utama ambruknya sektor ini.

 Melalui channel YouTube pribadinya, Tom mengungkapkan fakta nyata di balik kehancuran industri tekstil negeri ini.

Tom secara gamblang menjelaskan bahwa salah satu kesalahan terbesar pemerintah adalah regulasi yang tertuang dalam undang-undang Permendag Nomor 8 Tahun 2024.

Baca Juga: Penembakan Donald Trump Bisa Berdampak Ke Politik Dunia, Rocky Gerung: Ini Imbasnya Bagi Indonesia

 "Di sektor manufaktur tekstil garmen, alasan bangkrutnya adalah karena regulasi pemerintah yaitu undang-undang Permendag Nomor 8 Tahun 2024," ungkapnya.

Undang-undang tersebut menghilangkan peraturan pertimbangan teknis (Pertek) yang sebelumnya ada.

 "Zaman dulu, barang masuk itu harus dikurasi dulu, harus dilihat, bahkan barang jadi itu enggak boleh masuk," jelas Tom.

Baca Juga: Waspada! Konsultan Bisnis Sebut Tiga Industri Ini yang Paling Berisiko Marak PHK, di Akhir Tahun Akan Makin Bertambah

 Namun, sekarang barang-barang dapat masuk tanpa kurasi asal harganya sesuai aturan. Hal ini menyebabkan produk lokal harus bersaing dengan produk impor yang lebih murah.

Tom juga menyoroti bahwa sebagian besar bahan baku tekstil masih diimpor. "Kalau pemerintah dengan hebatnya membuat rupiah melemah terus atau tidak ada rencana membuat rupiah itu stabil lah minimal," katanya.

 Melemahnya rupiah membuat harga bahan baku impor menjadi mahal, yang pada akhirnya meningkatkan biaya produksi.

Baca Juga: Heboh Duet 'KABAH', Jusuf Hamka Perkenalkan Duet Kaesang dan Babah

"Biaya produksi bengkak, biaya operasional harus ditekan, dan yang bisa ditekan hanya pengurangan pegawai yaitu PHK," ungkap Tom.

Akibatnya, banyak perusahaan tekstil yang terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) demi menekan biaya operasional.

Halaman:

Tags

Terkini