“Simpelnya tolong jangan jual murah nasib rakyat. Wajib pasang pagar regulasi sebelum tanda tangan basah,” terusnya.
Raymond memprediksi bahwa posisi Grab yang lebih kuat secara finansial berpotensi membuat mereka mengambil alih kendali apabila merger terjadi.
Menurutnya, situasi tersebut bisa menggeser pusat keputusan strategis dari Indonesia ke Singapura, mengingat faktor perpajakan dan struktur hukum yang lebih menguntungkan bagi entitas internasional.
Ia menilai kondisi ini dapat mengikis mimpi Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan digitalnya dan melemahkan simbol kejayaan startup lokal yang pernah dibanggakan masyarakat.
Baca Juga: Jejak Kerusakan Tak Terbantahkan, WALHI Beberkan 1,4 Juta Ha Hutan Hilang hingga Ledakan Perizinan
Raymond merujuk pada pengalaman merger Uber-Grab tahun 2018 sebagai contoh awal dari potensi risiko. Ia menilai bahwa hilangnya kompetisi dapat memicu kenaikan tarif, berkurangnya promo, waktu tunggu yang lebih lama, hingga penerapan biaya layanan yang semakin tinggi.
Dalam pandangannya, konsumen akan kehilangan pilihan, sementara driver berada dalam posisi yang semakin lemah karena tidak ada alternatif platform lain untuk mencari penghasilan.
Menurut analisisnya, situasi ini dapat menghasilkan monopoli absolut di mana pengaturan tarif dan insentif hanya ditentukan oleh satu entitas besar tanpa tekanan kompetisi.***
Baca Juga: Raymond Sebut Penghalang Mega Merger GoTo-Grab Runtuh, Pasca Mundurnya Patrick Waluyo
Artikel Terkait
Skenario Terburuk dari Isu Akuisisi GoTo oleh Grab, Sorotan Raymond Chin
Isu Akuisisi GoTo oleh Grab Menguat, Pengamat Sebut Bluebird Bisa Jadi Alternatif Domestik
Raymond Sebut Penghalang Mega Merger GoTo-Grab Runtuh, Pasca Mundurnya Patrick Waluyo