“Kehadiran korporasi sawit sering mengabaikan izin-izin yang ada, ilegal, dan terjadi kasus pelanggaran kewajiban pajak yang harus dibayarkan kepada negara,” sambungnya.
Oleh karena itu Henry menyampaikan, perkebunan sawit harus di diserahkan pengelolaannya kepada petani dikelola usaha secara koperasi mulai dari urusan tanaman, pabrik CPO dan turunannya.
“Negara harus berperan dalam transisi ini dengan melaksanakan reforma agraria, tanah perkebunan atau pribadi yang luasnya di atas 25 hektare dijadikan tanah obyek reforma agraria (TORA),” tegasnya.
Henry melanjutkan, negara jugalah melalui BUMN yang mengurus turunan strategis produksi sawit, seperti agrofuel atau kepentingan strategis lainnya.
“Korporasi swasta bisa diikutkan di urusan pengolahan industri lanjutan, misalnya untuk pabrik sabun, kosmetik, obatan-obatan, dan usaha-usaha industri turunan lainnya,” katanya.
Henry menambahkan, hasil pajak ekspor dan pengutipan hasil perdagangan internasional bisa digunakan untuk proses transisi pengelolaan sawit dari korporasi ke petani dan negara.
“Luas dan produksi sawit kita harus menghormati dan melindungi kedaulatan pangan negara lain, negara yang mengimpor produksi sawit,” tutupnya.
Artikel Terkait
Ini Larangan Berlaku Bagi Media yang Dikuasai Elit Politik
Kehadiran Rusia di G20, Mengancam Eksistensi Kepresidenan G20 Indonesia
SBSI 92: Awas Akal Bulus Pengusaha, Tunggak THR Dengan Dalih Kemampuan Finansial
Pemerintah Telah Tetapkan Kuota Haji Tahun 2022, Ini Jumlahnya
Tidak Bayar THR Lebaran Sesuai Ketentuan, Siap-Siap Pengusaha akan Didatangi Petugas dan Diberi Sanksi
Pertumbuhan Impor Daging Sapi Meningkat Tajam Dibandingkan Produksi Daging Sapi Dalam Negeri