bisnisbandung.com - Analis politik dari Charta Politika, Yunarto Wijaya, menilai pemberian amnesti kepada Hasto Kristiyanto oleh Presiden Prabowo Subianto sebagai puncak dari konsistensi strategi rekonsiliasi yang telah dibangun sejak awal.
Menurutnya, langkah ini tidak hanya mencerminkan keinginan merangkul berbagai pihak, tetapi juga memperkuat citra Prabowo sebagai pemimpin yang independen dan tidak berada di bawah bayang-bayang mantan Presiden Jokowi.
“Ini sebetulnya kan memang sesuai dengan mazhabnya Prabowo Subianto ya, yang dari awal ingin berbicara mengenai rekonsiliasi,” terangnya dilansir dari youtube Kompas TV.
Baca Juga: Kemunculan Anoa di Kejaksaan Agung Jadi Sorotan, Jurnalis Senior Curiga Ada Operasi Senyap
Yunarto menjelaskan bahwa sejak sebelum pelantikan, Prabowo sudah menunjukkan kecenderungan untuk membentuk koalisi besar dan merangkul kekuatan politik di luar lingkaran inti pemerintahannya.
“Dan menurut saya puncaknya adalah amnesti yang diberikan kepada Mas Hasto,” lugasnya.
Meskipun PDI Perjuangan akhirnya memilih menjadi oposisi dengan posisi sebagai kekuatan penyeimbang.
Amnesti terhadap Hasto, yang selama ini dikenal sebagai figur kritis terhadap pemerintahan Jokowi, dinilai sebagai langkah politik yang mencolok.
Yunarto memandang tindakan ini menunjukkan keberanian Presiden Prabowo untuk bersikap adil, tidak memihak atau mendiskriminasi kelompok politik tertentu, termasuk mereka yang selama ini dianggap oposisi oleh kekuasaan sebelumnya.
Baca Juga: Bawa-Bawa Gus Dur, Ketua YLBHI Bela Pengibaran Bendera One Piece
Dari sudut pandang persepsi publik, langkah ini memperkuat citra Prabowo sebagai pemimpin yang tidak terpengaruh dominasi politik dari Presiden sebelumnya.
Yunarto menekankan bahwa indikator kemandirian itu tidak bisa dilihat hanya dari pidato atau simbolik relasi personal, melainkan dari arah kebijakan konkret yang dijalankan pemerintahan baru.
Lebih lanjut, ia menggarisbawahi bahwa keputusan amnesti dan abolisi yang diberikan Prabowo, termasuk pada tokoh seperti Thomas Lembong, juga menyiratkan pengakuan terhadap problematika hukum yang terjadi pada masa pemerintahan sebelumnya.
Baca Juga: “Teman Tapi Mesra” dengan Pemerintah, Adi Prayitno Ungkap Strategi Politik PDIP