"Bandingkan dengan tahun 2002 saat 40% terbawah masih menguasai lebih dari 21% pengeluaran nasional. Artinya dalam 20 tahun terakhir porsi konsumsi penduduk miskin terus menurun," ungkapnya.
Di perkotaan ketimpangan terlihat lebih mencolok.
Kelompok 40% terbawah hanya menguasai 17,64% pengeluaran sedangkan di desa mencapai 21,75%.
Begitu pula kelompok 20% terkaya di kota yang masih mendominasi porsi pengeluaran.
"Ini menunjukkan bahwa PHK dan meluasnya pekerjaan informal di kota memberi dampak serius pada kemampuan konsumsi masyarakat miskin," katanya.
Awalil juga mengkritik narasi pemerintah yang menyebut ketimpangan menurun di era Presiden Joko Widodo.
Menurutnya penurunan tersebut hanya terlihat jika menggunakan data 1-2 tahun terakhir namun tidak mencerminkan tren jangka panjang.
"Kalau kita lihat ke belakang dalam dua dekade terakhir ketimpangan tidak menunjukkan perbaikan berarti. Bahkan bisa dikatakan memburuk," tutup Awalil.***