Mulai dari pembangunan dermaga, musala, hingga tugu batas wilayah dilakukan oleh pemerintah kabupaten setempat.
Lebih jauh lagi, penarikan garis batas laut yang dijadikan dasar keputusan juga dipersoalkan. Sebab, hingga saat ini belum ada kesepakatan resmi mengenai batas laut antara Aceh dan Sumatera Utara. Sementara batas darat memang telah disepakati sebelumnya.
Keputusan Kemendagri dinilai berisiko memicu instabilitas politik dan sosial, terutama mengingat sejarah panjang konflik di Aceh yang baru mereda setelah tercapainya MoU Helsinki tahun 2005.
“Jadi tidak boleh membuat kebijakan yang rawan dan berisiko mengganggu perdamaian, hanya berdasarkan pendekatan teknis tunggal seperti menarik garis pantai apalagi garis itu pun belum disepakati. Yang disepakati baru batas darat,” pungkas Djohermansyah Djohan.***
Baca Juga: Program Prabowo Pro-Rakyat Tapi Ori atau Pencitraan? Qodari Buka Suara