Secara ilmiah Adi mengingatkan bahwa Indonesia menganut sistem presidensialisme, di mana presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat.
Oleh karena itu mekanisme pemberhentian wakil presiden bukan melalui parlemen melainkan melalui proses pemilu berikutnya.
"Ini disebut fix term. Presiden dan wapres tidak bisa diberhentikan di tengah jalan kecuali ada pelanggaran berat," jelas Adi.
Menurut Adi meski UUD 1945 mengatur mekanisme pemakzulan, syaratnya sangat berat.
Baca Juga: Diduga Bobby Nasution Miliki Agenda Tersembunyi di Balik Klaim Empat Pulau Aceh, Sorotan Hersubeno
Pemakzulan hanya bisa dilakukan jika wapres terbukti melanggar konstitusi, korupsi, penyuapan, atau tidak lagi memenuhi syarat jabatan.
"Hingga hari ini Gibran tidak terindikasi melakukan pelanggaran tersebut," ujarnya.
Adi mengingatkan beberapa kasus pemakzulan di Indonesia, seperti Gus Dur yang pernah dimakzulkan oleh MPR saat presiden dan wapres masih dipilih oleh MPR.
Namun setelah amandemen pemilihan langsung membuat pemakzulan wapres jadi sangat sulit.
Kasus pemakzulan wakil presiden Budiono di era SBY pun gagal karena perlindungan politik dari partainya.
Adi menuturkan saat ini DPR dan MPR masih dalam masa reses sehingga respons terhadap surat pemakzulan masih normatif dan belum signifikan.
Golkar sebagai partai pendukung pemerintah menolak usulan pemakzulan sementara partai lain bersikap lebih terbuka.
"Secara politis selama hubungan Presiden dan Wapres baik saya menduga isu pemakzulan ini tidak akan mendapat dukungan dari DPR," tutup Adi.***