nasional

Kaget Indonesia Negara Termiskin di Kelas Menengah Atas? Ini Penjelasannya

Rabu, 14 Mei 2025 | 20:30 WIB
Rakyat Indonesia (Tangkap layar youtube KDM Channel)

bisnisbandung.com - Bambang Brodjonegoro, Dekan dan CEO Asian Development Bank Institute sekaligus mantan Menteri Keuangan dan Kepala Bappenas, memberikan penjelasan komprehensif soal posisi Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah atas (upper middle income country).

Menurutnya, secara klasifikasi global yang digunakan Bank Dunia, Indonesia memang sudah berada dalam kelompok tersebut, meskipun posisinya berada di batas bawah.

Bank Dunia mengelompokkan negara berdasarkan pendapatan nasional bruto (Gross National Income/GNI) per kapita.

Baca Juga: Militerisasi? Kak Seto: Yang Saya Lihat Justru Anak-Anak Punya Cita-Cita Lagi

Dalam klasifikasi ini, Indonesia saat ini memiliki GNI per kapita mendekati 5.000 dolar AS, menempatkannya dalam kategori menengah atas.

“Dan karena kita pendatang baru, wajar sekali kemudian banyak yang kaget ketika Bank Dunia menggunakan standar pengeluaran yang hampir dua kali lipat dari yang sebelumnya kita pakai,” terangnya dilansir Bisnis Bandung dari youtube Metro TV, Rabu (14/5).

“Karena kalau enggak salah, yang BPS pakai itu kan meskipun Bank Dunia menggunakan 6,85 dolar PPP, barangkali yang BPS gunakan itu sekitar 3,3 US dolar PPP,” lanjutnya.

Baca Juga: Terungkap! Bukti Baru Soal Ijazah Jokowi, Ikrar Nusa Bhakti: Palsu atau Asli?

Namun, Bambang menekankan bahwa batas atas kelompok ini bisa mencapai tiga kali lipat dari batas bawah, yakni hingga sekitar 14.000 dolar AS. Hal ini membuat Indonesia terlihat sebagai negara dengan pendapatan paling rendah di kelas barunya.

Ia juga menjelaskan bahwa Indonesia sempat naik ke kategori menengah atas pada 2019–2020, namun turun kembali ke kelas menengah bawah saat pandemi COVID-19 melanda. Seiring pemulihan ekonomi, Indonesia kembali naik ke kelas menengah atas pada 2022.

Mengenai tingginya angka kemiskinan versi Bank Dunia, Bambang menyatakan bahwa hal itu terjadi karena perubahan standar pengukuran.

Bank Dunia kini menggunakan ambang pengeluaran harian sebesar 6,85 dolar AS (dalam paritas daya beli/PPP) untuk mengukur jumlah penduduk miskin di negara upper middle income.

 Standar ini jauh lebih tinggi dibandingkan yang digunakan Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, yakni sekitar 3,3 dolar AS PPP.

Baca Juga: Dulu Baik Kini Berbeda, Mahfud MD Ceritakan Perubahan Jokowi di Tengah Isu Tiga Periode

Halaman:

Tags

Terkini