bisnisbandung.com - Pemerintah Indonesia menuai sorotan tajam dari kalangan pengamat menyusul kebijakan yang dinilai lemah dalam menghadapi tekanan tarif tinggi dari Amerika Serikat.
Salah satu kritik keras datang dari Alifurrahman, pegiat media sosial yang juga dikenal aktif mengomentari isu kebijakan publik.
Menurut Alifurrahman, langkah pemerintah dalam merespons kenaikan tarif ekspor ke AS bukanlah bentuk negosiasi yang sejati.
Baca Juga: Menanti Arah Tegas Prabowo, Rocky Gerung Ungkap Kabinetnya Jadi Penghambat
“Tapi ini yang terjadi justru pemerintah kita menawarkan supaya barang-barang Amerika itu bisa lebih banyak lagi diimpor oleh Indonesia. Ini sih bukan negosiasi,” ungkapnya dilansir Bisnis Bandung dari youtube Seword TV, Minggu (20/4).
Alih-alih memperjuangkan penurunan tarif untuk produk ekspor Indonesia, pemerintah justru terkesan mengalah dengan menawarkan peningkatan impor produk-produk Amerika, mulai dari energi hingga barang pertanian.
Ia menilai, pendekatan semacam itu menunjukkan ketidakpahaman elite Indonesia terhadap dinamika perang dagang global, khususnya antara Amerika Serikat dan Cina.
Baca Juga: Konsolidasi Jokowisme, Silaturahmi Politik Para Menteri Isyaratkan Pengaruh Jokowi Belum Selesai
Dalam situasi di mana negara-negara besar saling menaikkan tarif secara agresif, Indonesia justru hadir dengan sikap lunak yang berpotensi merugikan kepentingan nasional.
Alifurrahman juga mempertanyakan efektivitas pengiriman tim negosiasi ke Amerika Serikat. Dalam pandangannya, tim tersebut tidak memberikan hasil konkret dalam mereduksi tarif tinggi terhadap produk Indonesia, dan malah fokus pada pembukaan keran impor bagi produk AS.
“Ini bukan negosiasi. Saya pikir negosiasi itu soal tarifnya, gitu ya. Dari 32%, setidaknya kita berhasil menurunkannya menjadi 15% atau 10%. Ini enggak, gitu. Malah bicara bagaimana produk Amerika bisa terserap oleh pasar Indonesia,” tegasnya.
Baca Juga: Kronologi Dapur MBG Kalibata Belum Dibayar, Kuasa Hukum Luruskan Informasi yang Beredar
Ia menyoroti bahwa dalam kondisi Amerika yang sedang mengalami tekanan ekonomi berat akibat perang dagang, seharusnya Indonesia justru bisa memanfaatkan momentum tersebut untuk memperkuat posisi tawar.
Lebih lanjut, ia mengkritik keputusan pemerintah yang seolah ingin menyelamatkan ekonomi AS dengan menyerap lebih banyak produk mereka, di saat banyak negara lain justru memperkuat proteksi terhadap pasar domestik.