Ia pun menilai catatan pelanggaran etik yang pernah dilakukan Ghufron saat menjabat di KPK seharusnya menjadi pertimbangan utama dalam proses seleksi.
Novel juga mengingatkan publik bahwa Ghufron sempat terbukti menggunakan pengaruh jabatannya untuk membantu pengurusan mutasi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kementerian Pertanian.
Tidak hanya itu, Ghufron bahkan sempat melawan keputusan Dewan Pengawas KPK melalui gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Baca Juga: Spekulasi Berseliweran soal Para Menteri ke Rumah Jokowi, Wamenaker: Terserah Mau Tafsirkan Apa
Sebuah tindakan yang dinilai tidak sejalan dengan semangat pengawasan dan integritas lembaga hukum.
Meski demikian, kelolosan administrasi hanyalah tahap awal dalam proses seleksi calon hakim agung.
Publik kini menanti bagaimana proses uji kelayakan dan kepatutan berikutnya akan berjalan, apakah rekam jejak etik Ghufron akan menjadi pertimbangan serius atau justru terabaikan di tengah proses seleksi tersebut.
Perdebatan mengenai pencalonan Ghufron menjadi cerminan keresahan banyak pihak atas kualitas moral para calon penegak hukum di Indonesia.
Di tengah sorotan publik terhadap maraknya kasus korupsi yang melibatkan hakim, keputusan akhir Komisi Yudisial terkait kelanjutan nama Ghufron akan menjadi ujian tersendiri bagi dunia peradilan di tanah air.***