bisnisbandung.com - Ekonom Universitas Indonesia, Fitrah Faisal Hastiadi, menyoroti bahwa konsep Sovereign Wealth Fund (SWF) yang kini diwujudkan dalam bentuk Danantara bukanlah hal baru di Indonesia.
Ia menjelaskan bahwa ide ini sebenarnya telah diajukan oleh Soemitro Djojohadikusumo, ayah Presiden Prabowo Subianto, sejak akhir 1980-an.
“Pak Soemitro sempat menawarkan ide ini ke Pak JB Sumarlin waktu itu, Menteri Keuangan tahun 1988 sampai 1993 tapi ide ini ditolak,” terangnya dilansir Bisnis Bandung dari youtube tvonenews.
Baca Juga: Puluhan Peserta Ramaikan Ajang Lomba Jaipong dalam Rangka HUT Bandung TV ke-20
Namun, pada saat itu, pemerintah menolak karena baru saja meliberalisasi sektor keuangan melalui Paket Oktober 1988 dan mendapatkan aliran dana yang cukup besar.
Menurut Fitrah Faisal, negara lain lebih cepat menangkap peluang ini. Malaysia dengan Khazanah pada 1993 menjadi contoh konkret bagaimana konsep SWF yang awalnya didiskusikan oleh Soemitro diterapkan lebih dulu di negara lain.
Singapura dengan Temasek, yang telah berdiri sejak 1974, juga menunjukkan bagaimana model ini dapat memperkuat ekonomi nasional.
“Tapi kita juga melihat bagaimana Temasek, yang sejak 25 Juni 1974 didirikan, sekarang bisa sangat agresif membangun Singapura seperti sekarang,” jelasnya.
Baca Juga: Efisiensi atau Kepentingan Politik? Ganjar Soroti Pemangkasan Anggaran
Bahkan, China melalui State-owned Capital Supervision and Administration Commission (SSC) mampu mendorong pertumbuhan ekonomi hingga dua digit dengan mekanisme investasi yang kuat.
Fitrah Faisal menegaskan bahwa independensi Danantara sangat penting dalam ekosistem investasi nasional.
Sejak awal, kehadiran Danantara dipandang sebagai langkah menuju penghapusan Kementerian BUMN agar pengelolaan dana negara lebih profesional dan transparan.
Baca Juga: Feri Amsari: Mumpung Jokowi Masih Hidup Kenapa Tak Diadili?
Dengan demikian, independensi Danantara menjadi kunci agar dapat beroperasi secara efektif dan tidak terjebak dalam kepentingan politik.