bisnisbandung.com - Pengamat politik Hendri Satrio memberikan pandangan tajam terkait dinamika hukum dan politik dalam kasus Hasto Kristiyanto, Sekjen PDI Perjuangan, yang tengah menjadi perhatian publik.
Ia menyoroti fenomena yang ia sebut sebagai “politik sandera,” di mana kekuatan penguasa baru, mantan penguasa, dan penguasa hibrid saling memegang “kartu truf” untuk mempertahankan pengaruh mereka.
“Pembenahan drama-drama politik dan hukum yang terkait dengan Hasto Kristiyanto dengan KPK ini, kalau saya sebut, memang seperti ada tarik-menarik antara penguasa, mantan penguasa, dan penguasa yang hybrid,” terangnya dilansir dari youtube tvonenews.
Baca Juga: Hubungan Megawati dan Prabowo, Ikrar Nusa Bhakti: PDIP Tidak Oposisi Tapi Tetap Kritis
Menurutnya, kasus Hasto bukan sekadar persoalan hukum, melainkan juga pertarungan kekuasaan yang melibatkan berbagai pihak.
Penguasa hibrid, istilah yang digunakan merujuk pada kelompok yang secara formal tidak lagi berkuasa tetapi masih memiliki kendali dalam proses politik dan hukum.
Tarik-menarik kepentingan ini menjadi penyebab lambatnya penyelesaian kasus hukum Hasto.
Baca Juga: Kebakaran Dahsyat di LA, Ade Armando: Kemarahan Tuhan atau Kesalahan Manusia?
Hendri Satrio mencatat bahwa KPK sebagai lembaga negara memiliki peran strategis tetapi tidak luput dari tekanan politik.
Proses hukum yang melibatkan Hasto berkembang dari tuduhan suap menjadi kasus korupsi yang lebih luas.
Tetapi, perdebatan muncul ketika pihak Hasto mengklaim bahwa tindakan tersebut merupakan bagian dari kebijakan partai, bukan pelanggaran hukum.
Ia menegaskan bahwa politik sandera hanya bisa dihentikan jika masing-masing pihak membuka fakta yang sebenarnya tanpa menyembunyikan kartu truf.
Hal itu tampaknya sulit terjadi dalam waktu dekat, karena kartu truf cenderung dikeluarkan menjelang momen politik penting, seperti pemilu atau agenda strategis lainnya.
Baca Juga: Jokowi Banci Kamera, Kritik Pedas Rocky Gerung Pasca-Jabatan Presiden