nasional

Rocky Gerung: Gus Miftah Sebaiknya Tidak Terima Misalnya Prabowo Meminta Kembali

Minggu, 15 Desember 2024 | 17:30 WIB
Rocky Gerung (Tangkap layar youtube Rocky Gerung Official)

bisnisbandung.com - Polemik mengenai pengunduran diri Gus Miftah dari jabatannya kembali menjadi sorotan karena kritik keras publik terhadap sikapnya yang merendahkan penjual es teh.

Pengamat politik Rocky Gerung menilai bahwa langkah Gus Miftah mundur merupakan bentuk integritas moral tertinggi yang seharusnya tidak dilanggar.

 Menurutnya, jika misalnya Gus Miftah menerima permintaan untuk kembali ke posisinya di pemerintahan Prabowo Subianto, hal itu bisa mencederai nilai etika publik yang sudah ditegakkan melalui pengunduran diri tersebut.

“Bayangkan misalnya kalau Pak Prabowo akhirnya minta supaya jangan mengundurkan diri, enggak ada soal, enggak ada problem nilai di situ,” tuturnya dilansir dari Indonesia Lawyers Club.

Baca Juga: Permasalahan Jokowi dan PDIP Bukan Pengkhianatan, Irma Suryani : Tidak akan Ada Loyalitas Tanpa Apresiasi

 “Yang jadi problem nilai adalah kalau Miftah mengatakan, ‘Oke, saya terima permintaan Pak Prabowo.’ Di situ baru ada problem etik,” lanjutnya.

Rocky Gerung menekankan bahwa ada tantangan moral besar yang dihadapi Gus Miftah. Ketika seorang pemimpin agama atau tokoh publik mengambil langkah mundur dengan alasan tertentu, hal itu menunjukkan komitmen terhadap nilai-nilai yang lebih tinggi.

 Namun, jika keputusan itu dianulir demi kepentingan pragmatisme politik, publik akan menilai bahwa kepentingan moral telah kalah oleh kepentingan kekuasaan.

Baca Juga: Berharap Prabowo Menyelamatkan Rakyat, Dokter Tifa: Mudah-Mudahan Ocehan Saya Didengarkan

Selain itu, Rocky Gerung melihat ada kemungkinan Gus Miftah akan menjadi bagian dari skema politik untuk memenuhi kebutuhan representasi tertentu di masyarakat.

 Hal ini menunjukkan adanya unsur pragmatisme dalam keputusan untuk menariknya kembali, yang dapat dianggap sebagai langkah politis daripada moral.

Rocky Gerung  mengkritik elemen feodalisme dan patriarki yang menurutnya masih kental dalam tradisi politik Indonesia.

Ia menilai bahwa dalam beberapa kasus, tokoh publik sering kali ditempatkan pada posisi tawar tertentu tanpa mempertimbangkan aspek independensi moral mereka.

Baca Juga: Permasalahan Jokowi dan PDIP Bukan Pengkhianatan, Irma Suryani : Tidak akan Ada Loyalitas Tanpa Apresiasi

Halaman:

Tags

Terkini