Bisnisbandung.com - Eep Saefulloh menyampaikan pandangannya mengenai keberadaan 21 menteri dan setara dengan Menteri dari era Jokowi yang kini kembali menjabat di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto di Kabinet Merah Putih.
Menurut Eep Saefulloh, kehadiran mereka menimbulkan pertanyaan publik mengenai seberapa besar pengaruh Jokowi dalam pemerintahan Prabowo-Gibran, atau bahkan apakah kabinet ini bisa disebut sebagai perpanjangan dari kabinet Jokowi.
Namun, Eep Sefulloh menilai pengaruh tersebut tidak sesederhana itu, ia mengatakan di kanal youtube pibadinya.
“Menurut saya, yang harus kita lihat adalah bahwa ketika seorang presiden membentuk kabinet, maka terbangunlah struktur hubungan di antara para menteri atau anggota kabinet dengan sang presiden.”
“Struktur itu sangat sulit untuk diinterupsi oleh pihak lain, sekalipun pihak lain itu adalah mantan presiden,” lanjutnya.
Dalam pandangan Eep Saefulloh, ketika presiden baru membentuk kabinet, hubungan eksklusif terbentuk antara presiden dan para menterinya.
Hubungan ini sulit diinterupsi, bahkan oleh mantan presiden, karena otoritas penuh berada di tangan presiden yang menjabat.
Hal ini terlihat dari sikap tegas Prabowo yang secara langsung menyampaikan kepada menterinya bahwa ketidaksetujuan pada kebijakan strategis, seperti program makan siang gratis untuk anak-anak, dapat berujung pada pengunduran diri dari kabinet.
Baca Juga: Anies Baswedan Beroposisi Tanpa Posisi? Refly Harun Soroti Sikap Politiknya
Pernyataan ini, menurut Eep Saefulloh, adalah bentuk ketegasan Prabowo dalam memastikan loyalitas penuh pada agenda pemerintahannya.
"Jadi, menurut hemat saya, tidak mudah untuk mengatakan bahwa 21 orang itu adalah orang Jokowi yang 'ditanam' di bawah Prabowo dan loyal pada Jokowi," ujarnya.
Eep Saefulloh juga menyoroti konsep "loyalitas insentif" yang dibangun Jokowi selama masa jabatannya, di mana para pejabat memiliki loyalitas karena insentif atau kelonggaran yang diberikan presiden dalam menjalankan tugas mereka.
Baca Juga: Prabowo Hadapi Beban Hutang, Pengamat: Mengapa Menteri Keuangan Masih Menggunakan Sri Mulyani