Bisnisbandung.com - Prof. Ikrar Nusa Bhakti seorang pengamat politik berbicara mengenai rencana pembentukan kabinet oleh Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang akan dilantik pada 20 Oktober mendatang.
Prof. Ikrar Nusa Bhakti menyoroti bahwa kabinet ini akan jauh lebih besar dibandingkan kabinet pemerintahan Jokowi dengan total 46 kementerian yang direncanakan.
Menurut Prof. Ikrar Nusa Bhakti perubahan jumlah kementerian ini berakar dari revisi undang-undang yang memberikan kewenangan kepada presiden untuk menentukan jumlah kementerian.
Baca Juga: Akademisi UNPAD Sampaikan Anotasi Atas Kasus Mardani H Maming
Dikutip dari youtube IDN TIMES, Prof. Ikrar Nusa Bhakti menjelaskan "Dari 34 kementerian jumlah ini akan meningkat menjadi 46."
"Ini tentu menimbulkan pertanyaan apakah dengan penambahan ini akan menjadi lebih efektif atau justru menjadi beban bagi pemerintahan lima tahun ke depan?" ungkapnya.
Prof. Ikrar Nusa Bhakti menjelaskan bahwa 19 wajah baru yang muncul dalam daftar calon menteri adalah bagian dari strategi Prabowo untuk menghadirkan figur-figur yang mampu memenuhi tantangan pemerintahan.
Namun di antara nama-nama tersebut terdapat juga sejumlah tokoh lama dari era Jokowi seperti Sri Mulyani yang kembali dipercaya sebagai Menteri Keuangan.
Keputusan ini mencuri perhatian publik mengingat sebelumnya banyak yang mengira bahwa posisi tersebut akan diisi oleh figur baru.
Dalam pandangan Prof. Ikrar Nusa Bhakti tantangan terbesar bagi kabinet baru ini adalah pengelolaan anggaran negara yang saat ini sedang dalam kondisi sulit.
"Kita harus mempertimbangkan apakah kita memiliki anggaran yang cukup untuk mendukung 46 kementerian. Mengingat beban utang yang akan jatuh tempo di tahun-tahun mendatang, ini adalah tantangan serius," jelas Prof. Ikrar Nusa Bhakti.
Dia juga menekankan pentingnya reformasi pajak untuk mengatasi masalah keuangan.
"Prabowo perlu mempertimbangkan undang-undang perpajakan baru untuk memastikan keadilan sosial. Dengan meningkatkan pajak untuk orang-orang terkaya, kita dapat mengurangi kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin di Indonesia," tambahnya.