Bisnisbandung.com – Pembangunan proyek IKN atau Ibu Kota Negara di Balikpapan provinsi Kalimantan Timur yang ditargetkan kelar tahun 2024 ini masih mendapatkan sorotan.
Rebecca Ratcliffe dan Richaldo Hariandja koresponden The Guardian mengatakan bahwa rumah, tradisi dan habitat akan hilang karena pembangunan Ibu Kota Negara yang besar-besaran. Hal ini banyak mendatangkan kerugian bagi warga setempat.
Situs seluas 2.560 km persegi di Kalimantan bagian Timur terbentang hutan lebat mencakup perkebunan, industri, pertambangan dan lahan pertanian yang akan dibangun besar-besaran untuk dijadikan kota administratif baru, Nusantara.
Baca Juga: Respons Ma'ruf Amin Soal 4 Menteri Jokowi Dipanggil di Sidang MK: Harus Hadir Lah
Lokasi Nusantara di provinsi Kalimantan Timur dipilih karena berada di tengah kepulauan Indonesia yang terdiri dari 17.000 pulau. Hal ini akan membantu penyebaran dan pemerataan ekonomi ke seluruh wilayah Indonesia.
Pembangunan ini disambut baik oleh banyak orang dan berharap akan mendatangkan investasi dan infrastruktur yang lebih baik.
Kondisi IKN yang nantinya akan berdampingan dengan alam, dan hutan akan menjadi kota hutan modern dan netral karbon pada tahun 2045.
Baca Juga: Rocky Gerung: Prof. Yusril Dilema Moral Antara Etika dan Politik dalam Bela Gibran
Namun ternyata ada kritikus yang mengatakan bahwa pembangunan tersebut terlalu ambisius dan terburu-buru.
Mereka memperingatkan bahwa pembangunan IKN akan menimbulkan kerugian besar, tidak hanya bagi negara yang mendanai 20% dari tagihan $32 miliar, tetapi juga bagi lingkungan sekitar dan komunitas pribumi setempat.
Pembangunan yang dimulai pada Juli 2022 dan diperkirakan pada tahun 2045 akan dihuni oleh 1,9 juta orang. Ini berarti jumlahnya akan dua kali lipat populasi penduduk kota terdekat yaitu Balikpapan saat ini.
Pandi, salah seorang anggota komunitas Adat Balik mengatakan, “Pembangunan Nusantara akan mengubah segalanya.”
Baca Juga: Kekhawatiran Rocky Gerung terhadap Endorsement Power Presiden Jokowi
Pandi dan keluarganya telah tinggal di daerah tersebut dan bergantung pada alam selama tujuh generasi. Ia menyaksikan sendiri kerusakan yang ditimbulkan oleh industrialisasi selama beberapa dekade, seiring dengan penggundulan hutan untuk dijadikan lahan perkebunan.