Kasus Kekerasan Polisi Jadi Atensi Reformasi Kultural di Tubuh Polri

photo author
- Kamis, 18 Desember 2025 | 20:00 WIB
Jimly Asshiddiqie, Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri (Tangkap layar YouTube Official iNews)
Jimly Asshiddiqie, Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri (Tangkap layar YouTube Official iNews)

bisnisbandung.com - Tingginya laporan kekerasan yang melibatkan anggota kepolisian menjadi perhatian serius dalam agenda reformasi kultural Polri.

Data SAFEnet yang mencatat lebih dari seribu aduan, dengan lebih dari separuh di antaranya menyangkut kekerasan terhadap perempuan, mendorong perlunya perubahan sistemik dalam pengawasan etika dan disiplin aparat.

Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie, menegaskan bahwa perlindungan terhadap kelompok rentan seperti perempuan, anak-anak, dan penyandang disabilitas akan menjadi bagian penting dalam rekomendasi reformasi kultural.

Baca Juga: Aceh Putus Asa Menunggu Pemerintah Pusat, Harga Gas Elpiji 40 Ribu di Daerah Terdampak Bencana

Komisi menilai bahwa sejumlah kasus yang terjadi, termasuk kekerasan dalam rumah tangga hingga tindakan terhadap anak dalam situasi demonstrasi, menggambarkan perlunya pendekatan baru yang lebih responsif terhadap isu-isu kerentanan.

Sebagai bagian dari upaya pembenahan, komisi mendorong penguatan pengawasan melalui mekanisme disiplin dan penegakan kode etik yang lebih efektif.

“Nah, tapi itu nanti berkaitan dengan reformasi kultural yang antara lain misalnya kita akan berusaha mengefektifkan pengawasan disiplin, pengawasan aturan, dan pengawasan etika,” ungkap Jimly dilanisr dari YouTube Official iNews.

Baca Juga: KSP Tegaskan Instruksi Presiden Jelas Sejak Awal, Evaluasi Distribusi Logistik di Aceh Akan Dipercepat

Salah satu usulan strategis adalah memperkuat peran Kompolnas serta membuka kemungkinan pembentukan lembaga pendukung di tingkat provinsi yang dapat bertindak tegas, termasuk memberikan keputusan pemberhentian bagi anggota yang melakukan pelanggaran berat.

Pendekatan ini diharapkan mampu menegakkan etika dan profesionalisme secara lebih konsisten, tanpa menunggu proses hukum yang kerap memakan waktu panjang.

Jimly menekankan bahwa tujuan utama penegakan kode etik bukan untuk menghukum individu, melainkan memulihkan kepercayaan publik terhadap Polri.

Karena itu, pemberhentian anggota yang melakukan pelanggaran berat dipandang sebagai langkah korektif untuk menjaga integritas institusi, bukan sebagai bentuk pembalasan seperti dalam penegakan hukum pidana.

Baca Juga: Presiden Prabowo Dinilai Tak Mendapat Informasi Akurat, Aceh Minta Pemerintah Pusat Sungguh-Sungguh

Terkait sejumlah kasus kekerasan anggota Polri yang sedang berjalan, komisi memastikan bahwa proses etik tetap dipercayakan pada mekanisme internal yang berlaku.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Durotul Hikmah

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

KPK dan Kejagung Berbagi Peran Tangani Kasus Korupsi

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:00 WIB
X