Pakar Hukum Tegaskan Kasus Ira Puspadewi Berbeda dari Tom Lembong, Soroti Perdebatan Hakim

photo author
- Sabtu, 22 November 2025 | 17:00 WIB
Ira Puspadewi (Tangkap layar youtube Kompas TV)
Ira Puspadewi (Tangkap layar youtube Kompas TV)

Bisnisbandung.com - Pakar hukum pidana, Hibnu Nugroho, memberikan analisis mendalam terkait vonis terhadap mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry, Ira Puspadewi.

Ia menilai perkara ini berada dalam wilayah hukum bisnis korporasi yang berbeda secara fundamental dari kasus yang pernah menjerat mantan menteri Tom Lembong.

“Kalau Pak Tom Lembong kan pribadi, kebijakan pribadi. Kalau ini kan korporasi. Kebijakan-kebijakan bisnis,” ujarnya dilansir dari youtube Kompas TV.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor sebelumnya menjatuhkan hukuman empat tahun enam bulan penjara kepada Ira meski tidak menerima keuntungan pribadi.

Baca Juga: Miris! Krisis Kain Operasi, Dokter RSUD Kab Muna Beberkan Kondisi Memprihatinkan

Dalam pandangan Hibnu, penegakan pasal yang digunakan tetap dapat menjerat karena adanya keuntungan yang mengalir kepada korporasi lain, bukan kepada diri pribadi terdakwa.

Hibnu menegaskan bahwa isu utama pada perkara Ira adalah kebijakan bisnis dalam ruang lingkup korporasi.

Ia menilai hal ini tidak dapat disamakan dengan kasus Tom Lembong yang berkaitan dengan keputusan pribadi seorang pejabat negara.

Menurutnya, perbedaan struktur kebijakan menjadi faktor utama yang memisahkan dua perkara tersebut.

Baca Juga: 70 Juta Ton Sampah Jadi Bom Waktu, Rofi Alhanif Ungkap Peran Kemenko Pangan dalam Percepatan Waste to Energy

Dalam kasus Ira, keputusan yang diambil merupakan bagian dari proses akuisisi bisnis yang melibatkan mekanisme korporasi, bukan kebijakan individual.

Sebagai ahli pidana, Hibnu melihat perkara ini sebagai bentuk korupsi yang tidak bersifat murni. Ia menjelaskan bahwa Pasal 3 tetap dapat diterapkan karena menyasar perbuatan yang menguntungkan pihak lain atau korporasi.

Ia menilai kerugian negara muncul dari proses akuisisi yang dinilai tidak cermat. Temuan mengenai kondisi kapal yang tidak layak dan penilaian aset yang bermasalah dianggap memperkuat dugaan kelalaian dalam kebijakan bisnis tersebut.

Dalam kerangka hukum pidana, ketidakcermatan dan tidak terpenuhinya prinsip kehati-hatian menjadi elemen yang diperhatikan.

Baca Juga: 70 Juta Ton Sampah Jadi Bom Waktu, Rofi Alhanif Ungkap Peran Kemenko Pangan dalam Percepatan Waste to Energy

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Durotul Hikmah

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X