Jimly Asshiddiqie Soroti Motif Politik di Balik Polemik Ijazah dan Usulkan Mekanisme Penyelesaian Baru

photo author
- Sabtu, 15 November 2025 | 19:00 WIB
Jimly Asshidiqie, Ketua Komisi Reformasi Polri (Tangkap layar youtube tvOneNews)
Jimly Asshidiqie, Ketua Komisi Reformasi Polri (Tangkap layar youtube tvOneNews)

bisnisbandung.com - Ketua Komisi Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie, menilai polemik terkait dugaan pemalsuan ijazah yang mencuat belakangan ini bukan sekadar perkara administrasi, tetapi sarat muatan politik.

Menurutnya, isu tersebut kerap dimanfaatkan sebagai alat untuk menjatuhkan lawan politik, terutama menjelang kontestasi maupun ketika figur tertentu sedang mendapat sorotan publik.

Jimly memandang bahwa kasus yang menyeret sejumlah tokoh, termasuk Roy Suryo, menunjukkan pola berulang yang sudah terjadi selama lebih dari dua dekade.

Baca Juga: Kompolnas Ungkap Polisi Tetap Bisa Duduki Jabatan Sipil, Jelasakan Dampak Putusan MK

Ia melihat persoalan ijazah selalu muncul dalam dinamika politik Indonesia, dari tingkat caleg hingga pejabat tinggi negara.

“Nah, jadi motif politik di balik isu ijazah ini menjatuhkan lawan politik. Yang kedua, ini ada kaitan dengan kualitas administrasi negara kita. Di semua institusi publik kita ini kualitas administrasinya buruk,” ungkapnya dilansir dari youtube tvOneNews.

Dalam banyak kasus, polemik tersebut tidak pernah benar-benar selesai karena dipicu sentimen kebencian dan polarisasi yang terus berkembang.

Menurut Jimly, rentetan polemik terbaru bahkan terlihat sebagai lanjutan dari isu ijazah yang sebelumnya diarahkan kepada mantan Presiden Jokowi dan kemudian menjalar kepada Wakil Presiden Gibran Rakabuming.

Baca Juga: Perkara Nikita Mirzani, Irjen Purn Ricky Sitohang Ingatkan Publik Tidak Memojokkan Narapidana

Ia menilai situasi semacam ini berpotensi berlangsung hingga 2029 jika tidak segera ditangani secara komprehensif.

Melihat kecenderungan tersebut, Jimly menilai penanganan hukum yang selama ini ditempuh sering kali tidak menyelesaikan konflik.

Ia mencontohkan bahwa proses pidana, yang biasanya berujung pada vonis penjara, tidak serta-merta menghentikan perdebatan publik, sebagaimana terlihat pada beberapa kasus terdahulu.

Untuk itu, ia mendorong penggunaan pendekatan alternatif melalui mekanisme restorative justice, termasuk mediasi penal.

Menurutnya, metode ini masih dimungkinkan meski suatu kasus telah memasuki tahap penyidikan, selama kedua pihak bersedia.

Baca Juga: Heboh! Nikita Mirzani Live dari Rutan Picu Perdebatan, Dinilai Tidak Langgar SOP

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Durotul Hikmah

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

KPK dan Kejagung Berbagi Peran Tangani Kasus Korupsi

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:00 WIB
X