Ia mengingatkan bahwa politik sejatinya bukan soal benci dan suka, tapi soal check and balance.
“Tidak ada pemerintah yang benar 100%. Ada waktunya kita mendukung, ada juga saatnya mengkritik,” ujarnya.
Adi kemudian menegaskan definisi “penjilat” yang menurutnya kerap disalahartikan.
“Yang layak disebut penjilat itu justru mereka yang nggak ikut berjuang, nggak berkeringat dalam pemenangan, tapi setelah pihak yang dia lawan menang, tiba-tiba merapat dan minta jabatan,” tegasnya.
Ia menilai wajar jika para pendukung yang sejak awal membantu pemenangan kemudian mendapat posisi di pemerintahan.
Baca Juga: Satu Santri Ponpes Al-Khoziny Dikira Tertimbun Reruntuhan, Ternyata Selamat Pulang ke Rumah
“Itu bukan penjilat itu wajar dalam politik. Namanya juga kompetisi untuk merebut kekuasaan,” ujar Adi.
Adi menutup dengan ajakan agar publik berhenti mudah memberi cap negatif hanya karena perbedaan sikap politik.
“Jangan buru-buru menyebut orang lain penjilat, penggonggong, atau nyinyir. Politik itu dinamis dan kritik bukan berarti benci,” ujarnya.
Menurutnya yang lebih penting saat ini adalah memperbaiki kualitas demokrasi dengan ruang debat yang sehat, bukan saling menjatuhkan.***
Artikel Terkait
Ada Dapur Nakal di Program MBG? Dedi Mulyadi Ancam Bawa ke Jalur Hukum!
APBD Turun Drastis, Gubernur Dedi Mulyadi Balas dengan Kebijakan Efisiensi Ekstrem!
Rocky Gerung Pasang Badan untuk Aktivis Yogyakarta: “Kita Hidup di Zaman Dungu!”
Diserang Isu Negatif, Polda Jabar Sidak Program MBG di Arcamanik
Jokowi Panik! Rudi S Kamri: Pertemuan dengan Abu Bakar Ba’asyir Bukti Cari Dukungan Baru
Sosok ‘J’ di PSI Akhirnya Terungkap? Adi Prayitno Sebut Semua Arah ke Jokowi!