Waspada! Ahli Digital Forensik: Korban Love Scam Disasar karena Profil Psikologisnya di Medsos

photo author
- Jumat, 20 Juni 2025 | 20:00 WIB
Pelaku Love Scaming (Tangkap layar youtube Metro TV)
Pelaku Love Scaming (Tangkap layar youtube Metro TV)

bisnisbandung.com Kasus love scam atau penipuan asmara yang melibatkan media sosial semakin mengkhawatirkan. Menurut Ruby Alamsyah, seorang ahli digital forensik IT, pelaku love scam tidak bertindak sembarangan dalam memilih korban.

Sasaran mereka umumnya ditentukan berdasarkan profil psikologis yang mudah dikenali dari aktivitas daring korban, terutama di media sosial yang terbuka.

“Di mana data-data itu, data-data palsu yang digunakan oleh pelaku juga didapatkan dari internet, dari medsos-medsos individu,” ujarnya dilansir dari youtube Metro TV.

Baca Juga: Mengaku Pilot, Pelaku Love Scam Tipu Korban Lewat Instagram Hingga Puluhan Juta

Dalam analisisnya, Ruby menyebut bahwa pelaku menargetkan individu dengan kondisi psikologis rentan, seperti perempuan atau laki-laki paruh baya yang sedang menghadapi permasalahan pribadi, termasuk perceraian, kesepian, atau isolasi emosional.

Pelaku memanfaatkan situasi ini untuk menyamar sebagai sosok yang bisa memberikan kenyamanan emosional, seperti seorang profesional, pilot, anggota militer, atau diplomat.

Pelaku menggunakan informasi pribadi yang dikumpulkan dari akun media sosial korban untuk menyusun identitas palsu yang tampak meyakinkan.

Setelah berhasil menjalin komunikasi, pelaku membangun relasi yang tampaknya romantis atau emosional selama beberapa waktu.

Baca Juga: Protes Soal Janji Lapangan Kerja, Mahasiswa PMII Blitar ‘Diamankan’ Saat Gibran Melintas

“Nah, masalah bagaimana si calon korban ini tertipu, ya itu tadi sisi psikologisnya yang dimasuki oleh pelaku, lalu ada sisi menggunakan teknologi untuk mengelabuinya,” tuturnya.

Strategi ini membuat korban lebih mudah diyakinkan dan akhirnya bersedia memenuhi berbagai permintaan, termasuk mengirimkan uang dalam jumlah signifikan.

Modus operandi love scam biasanya dimulai dengan pemberian kecil atau perhatian khusus dari pelaku, yang kemudian berkembang menjadi permintaan bantuan finansial.

Pelaku kerap berdalih sedang dalam kondisi darurat atau membutuhkan biaya mendesak untuk urusan pekerjaan, kesehatan, atau perjalanan. Permintaan ini dilakukan secara bertahap, hingga akhirnya korban mengalami kerugian besar.

Baca Juga: Panas! Polemik Ijazah Jokowi, Pakar Forensik dan Waketum Jokman Saling Lempar Argumen

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Durotul Hikmah

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X