Pakar Hukum Tata Negara Bongkar Pembungkaman Oposisi dari Era Soekarno ke Prabowo

photo author
- Rabu, 18 Juni 2025 | 17:30 WIB
Prabowo Subianto dan Megawati Soekarno Putri (Tangkap layar youtube Refly Harun Official)
Prabowo Subianto dan Megawati Soekarno Putri (Tangkap layar youtube Refly Harun Official)

bisnisbandung.com - Praktik membungkam oposisi dinilai sebagai pola kekuasaan yang terus berulang di Indonesia sejak era awal kemerdekaan hingga saat ini, hal ini yang membuat Zainal Arifin Pakar Hukum Tata Negara pesimis bahwa Gibran akan dapat di impeachment.

Hal ini disoroti secara tajam, ia melihat adanya kecenderungan para penguasa untuk mempersempit ruang oposisi demi mempertahankan kekuasaan.

“Satu yang harus kita ingat, kenapa proses impeachment ini tidak pernah terjadi, atau jangan pernah diharapkan, karena tidak tumbuh yang namanya konsep oposisi dalam sistem pemerintahan sekarang,” lugasnya.

Baca Juga: Sengketa Pulau Aceh, Rocky Gerung Soroti Ambisi Bobby Nasution dan Sikap Prabowo

Zainal memetakan bahwa sejak era Soekarno, praktik sentralisasi kekuasaan dilakukan dengan menyingkirkan kekuatan politik yang tidak sejalan dengan pemerintah.

“Kalau kita belajar dari semua pemerintahan, ya, mulai dari zaman Soekarno, Soeharto, sampai belakangan, mereka melakukan pola yang sama. Yaitu apa? Cara untuk mempermudah otoritarianismenya adalah dengan membunuh oposisi,” lanjutnya.

Proses ini terus berlanjut di era Orde Baru di bawah Soeharto, yang secara sistematis melemahkan partai politik dan menekan oposisi melalui kontrol terhadap parlemen, media, dan masyarakat sipil.

Baca Juga: Analisis Pengamat: Pemakzulan Wakil Presiden Gibran Bisa Terjadi Tapi Politik Bicara Lain!

Menurut Zainal, transisi ke era Reformasi tidak sepenuhnya menghapus pola tersebut. Ia menilai bahwa para pemimpin setelah Soeharto masih mewarisi semangat untuk mengendalikan kekuasaan secara dominan, terutama ketika kekuatan oposisi mulai dianggap sebagai ancaman politik.

Alih-alih memperkuat mekanisme demokrasi, yang terjadi justru penyeragaman wacana politik melalui koalisi besar dan kooptasi terhadap lembaga-lembaga pengawasan.

"Soekarno melakukannya dengan membubarkan partai-partai seperti Masyumi dan lain-lain. Soeharto melakukannya dengan melakukan fusi partai, misalnya. SBY melakukannya dengan membuat sekretariat gabungan. Begitu juga Jokowi, melakukannya dengan memeluk partai sampai 80-an persen," jelasnya.

Dalam konteks pemerintahan Prabowo Subianto, Zainal mengungkapkan keprihatinan atas situasi politik yang menunjukkan gejala penghilangan oposisi secara sistemik.

“Dan saya kira Pak Prabowo melanjutkan itu dengan membentuk koalisi yang saya kira 100%. Sekarang tidak ada oposisi sebenarnya, kalau kita mau bicara sekarang, ya,” lugasnya.

Baca Juga: Klarifikasi Kepala Desa Pasir Munjul, Usep: Saya Tak Disuruh Siapa-siapa Cuma Ingin Pak Gubernur Datang

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Durotul Hikmah

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X