Kini Isu Ijazah Terus Dipermasalahkan, Pengamat Singgung Gagalnya Kepemimpinan Jokowi di Masa Lalu

photo author
- Minggu, 8 Juni 2025 | 18:00 WIB
Profesor Ikrar Nusa Bhakti (Tangkap layar youtube Ikrar Nusa Bhakti)
Profesor Ikrar Nusa Bhakti (Tangkap layar youtube Ikrar Nusa Bhakti)


Bisnisbandung.com - Pengamat politik dan akademisi senior Prof. Ikrar Nusa Bhakti kembali menyinggung masa transisi kekuasaan mantan Presiden Joko Widodo yang dinilai tidak berlangsung mulus.

Menurut analisisnya, Jokowi gagal mengakhiri masa kepemimpinannya dengan elegan atau yang sering disebut sebagai soft landing.

Situasi politik dan kepercayaan publik terhadap sang mantan presiden disebut telah mencapai titik nadir, dengan gejala pelemahan kekuasaan yang semakin nyata.

“Dia lupa akan jati dirinya. Dia lupa bahwa kekuasaan itu ada batasnya. Dia lupa bahwa kekuasaan itu harus digunakan untuk hal-hal yang baik untuk rakyat, ya,” lugasnya di youtube pribadinya.

Baca Juga: “Berisi Kabinet Gado-Gado” Amien Rais Heran Presiden Prabowo Belum Juga Resuffle Menterinya

Prof. Ikrar sebelumnya telah mengingatkan pentingnya kesadaran akan batas kekuasaan. Dalam budaya Jawa, konsep tentang penguasa yang lupa diri sering kali menjadi peringatan bagi mereka yang terlalu larut dalam kenikmatan kekuasaan.

Ia melihat bahwa mantan Presiden Jokowi justru menunjukkan gejala seperti itu, yaitu lupa akan jati dirinya, lupa kepada para pendukung awalnya, dan lupa bahwa kekuasaan harus digunakan demi kepentingan rakyat, bukan untuk memperkuat posisi keluarga atau kelompok dekat.

“Tapi kita tahu, baru 25 tahun reformasi itu berjalan, ya pada tahun 2023 itu, Jokowi ternyata sudah menerapkan yang tadi saya katakan kolusi, korupsi dan nepotisme itu jauh lebih buruk dibandingkan pada era Orde Baru,” paparnya.

Baca Juga: Indonesia Perlu Meniru Vietnam, KSPI Sarankan demi Selamatkan Lapangan Kerja

Salah satu sorotan penting dalam pandangan Prof. Ikrar adalah dugaan terjadinya judicialisasi politik, yaitu pemanfaatan institusi hukum seperti Mahkamah Konstitusi untuk tujuan politik.

Ia menilai bahwa perubahan aturan yang memungkinkan Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Jokowi, untuk maju sebagai calon wakil presiden merupakan salah satu bentuk intervensi politik dalam lembaga peradilan, terutama mengingat adanya keterlibatan kerabat dekat dalam proses tersebut.

Lebih jauh, ia menilai bahwa praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme kembali marak di bawah pemerintahan Jokowi, bahkan melebihi masa Orde Baru.

Kritik tersebut menjadi refleksi dari kegagalan pemerintahan saat ini dalam mempertahankan semangat reformasi 1998, yang justru ingin menghapus praktik-praktik seperti itu.

Menurut Prof. Ikrar, kegagalan Presiden Jokowi dalam menjaga integritas akhir masa jabatan menyebabkan kondisi pemerintahan berada pada fase crash landing, bukan soft landing.

Baca Juga: Mungkinkah Tesla Bisa Lebih Stabil Tanpa Elon Musk? Analisis CEO Corporate Innovation Asia

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Durotul Hikmah

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X