bisnisbandung.com - Kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh dokter peserta pendidikan dokter spesialis (PPDS), Priguna Anugerah Pratama, memantik perhatian publik terhadap persoalan serius di lingkungan pendidikan kedokteran di Indonesia.
Tak hanya kekerasan seksual, deretan kasus lain seperti bullying, pemalakan, hingga pelanggaran etika juga mencuat dalam dua tahun terakhir.
Menanggapi situasi ini, Dr. HN Nazar, Ketua Biro Hukum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) periode 2019–2021, menyoroti keterbatasan peran IDI dalam menegakkan etika profesi dokter.
Baca Juga: Indonesia Gelap? Prabowo Tantang Para Pengkritik Maju ke Depan Berdialog!
Ia menilai bahwa regulasi yang ada saat ini telah secara signifikan mengurangi kapasitas IDI untuk menjalankan fungsi pembinaan, pengawasan, dan penegakan kode etik terhadap dokter, termasuk peserta PPDS.
“Itu bukan kata saya, kata seluruh kolega yang terhimpun dalam rumah besar kami, IDI itu,” ujarnya dilansir Bisnis Bandung dari youtube tvonenews.
Dr. Nazar menggarisbawahi bahwa meskipun secara formal IDI masih berkomitmen terhadap fungsi etika, pelaksanaan di lapangan menjadi terhambat karena batasan regulasi.
Baca Juga: Janji Tinggal Janji! Jokowi Digugat Rp300 Juta Gara-Gara Mobil Esemka
Menurutnya, berbagai laporan pelanggaran yang mencuat ke media dan media sosial termasuk bullying dan perilaku tidak profesional lainnya memperlihatkan lemahnya kontrol terhadap etika di lingkungan PPDS.
Dalam pandangannya, situasi ini perlu segera diperbaiki dengan mengembalikan fungsi pembinaan dan penegakan kode etik sepenuhnya kepada IDI.
Ia menyatakan bahwa organisasi profesi seperti IDI merupakan entitas yang paling memahami standar etik dalam profesi kedokteran, sehingga seharusnya diberikan kewenangan penuh dalam proses rekrutmen dan evaluasi tenaga medis.
Dr. Nazar juga membandingkan IDI dengan organisasi profesi lain di sektor-sektor strategis seperti pilot, insinyur, dan pengacara, yang memiliki posisi kuat dalam menjaga integritas profesi mereka melalui mekanisme kode etik.
Ia menilai bahwa kepercayaan publik terhadap profesi dokter hanya dapat dijaga jika instrumen pembinaan etik tetap diberdayakan dan dihormati oleh regulator.
Baca Juga: Skandal Ridwan Kamil & Lisa Makin Panas! Pengamat Sebut Jawaban Ridwan Kamil Tak Meyakinkan
Artikel Terkait
Politikus PSI: Dedi Mulyadi Pemimpin Langka yang Dibutuhkan Indonesia
Tarif Trump Tamparan Agar Indonesia Berbenah, Bayu Krisnamurthi: Ini Sebagai Trigger
Indonesia Bukan Negara ‘Ecek-Ecek’ Guru Besar IPB: Saatnya Tantang Hak Veto Amerika
Kesempatan Indonesia Menguat! Staf Khusus Menko Perekonomian Bilang Begini
KPK Angkat Bicara Soal Gagasan Prabowo Miskinkan Koruptor
Indonesia Gelap? Prabowo Tantang Para Pengkritik Maju ke Depan Berdialog!