bisnisbandung.com - Rancangan Undang-Undang TNI yang baru saja disahkan DPR menuai kritik tajam dari Pakar Hukum Tata Negara, Zainal Arifin Mochtar.
Ia menilai bahwa proses legislasi undang-undang tersebut tidak hanya berpotensi cacat prosedur, tetapi sudah jelas melanggar aturan terkait partisipasi publik.
Kritik ini berfokus pada minimnya keterlibatan masyarakat selama proses penyusunan dan pembahasan revisi undang-undang.
“Penyusunan sudah berjalan sekian lama, tiba-tiba baru dibuka ke publik, dan itu pun dilakukan secara terbatas,” ujarnya dilansir dari youtube CNN Indonesia.
Baca Juga: 30 Rumah Ambruk di Kabupaten Bandung Barat! Dedi Mulyadi & Bupati Jeje Turun Tangan
Zainal Arifin Mochtar menyoroti ketidakpatuhan terhadap Pasal 96 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang telah diperbarui pada 2019 dan 2022.
Pasal tersebut mengatur bahwa setiap tahapan legislasi harus melibatkan partisipasi publik dengan cara mendengarkan, mempertimbangkan aspirasi, dan menjelaskan hasil kepada masyarakat. Dalam kasus revisi UU TNI, ketiga proses ini dinilai tidak terpenuhi.
“Kalau dikatakan ada draf masukan, masukan dari mana? Kalau dikatakan ada pembahasan, pembahasan dengan siapa? Kalau ada penjelasan, hak untuk dijelaskan, siapa yang dijelaskan kemarin? Karena faktanya, kita baru menerima drafnya dua hari sebelum persetujuan hari ini,” lugasnya.
Baca Juga: Fasilitas Negara Bukan untuk Pribadi, Dedi Mulyadi Larang ASN Pakai Mobil Dinas untuk Mudik
Ia menilai bahwa publik baru mendapatkan akses terhadap draf revisi beberapa hari sebelum pengesahan, jauh setelah proses penyusunan berlangsung selama berbulan-bulan.
Hal ini menciptakan kesan bahwa keterbukaan yang diberikan bersifat simbolis dan terbatas, bukan keterbukaan yang sesuai dengan prinsip demokrasi.
Selain persoalan prosedural, Zainal juga mengkritisi kualitas naskah akademik revisi UU TNI.
Baca Juga: RUU TNI Disahkan Meski Ditolak, Rocky Gerung: Pemerintah & DPR Sudah Lupa Rakyat
Menurutnya, naskah yang hanya setebal 20 halaman tersebut memiliki banyak lompatan logika yang tidak didukung oleh argumen kuat atau kajian mendalam.
“Satu lagi, coba baca baik-baik naskah akademiknya. Tebalnya hanya 20 halaman. Jika dibaca dengan teliti, banyak sekali lompatan pemikiran yang tidak jelas di dalamnya,” jelasnya.
Artikel Terkait
Mengapa RUU TNI Dikebut? Pengamat Militer Curigai Motif Dibaliknya
Nasib KontraS Setelah Geruduk Rapat Panja RUU TNI: Dituntut dengan Pasal yang Dipaksakan?
SBY dan PBNU Peringatkan Prabowo Soal RUU TNI, Alifurahman Ungkap ada yang Membackup KontraS
DPR Ulang Pola Ugal-ugalan, RUU TNI dan Polri Masuk Prolegnas Secara Mendadak
RUU TNI dan Pasal Karet OMSP: Dandhy Dwi Laksono Peringatkan Bahaya Jangka Panjang
RUU TNI Disahkan Meski Ditolak, Rocky Gerung: Pemerintah & DPR Sudah Lupa Rakyat