Sinyal Krisis Mulai Tampak di Depan Mata, Hersubeno Arief; Mengapa IHSG bisa Anjlok Begitu Dalam?

photo author
- Rabu, 19 Maret 2025 | 20:05 WIB
Hersubeno Arief, Jurnalis Senior (Tangkap layar youtube Hersubeno Point)
Hersubeno Arief, Jurnalis Senior (Tangkap layar youtube Hersubeno Point)

bisnisbandung.com - Pasar saham Indonesia mengalami gejolak signifikan setelah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan tajam pada perdagangan Selasa, 18 Maret 2025.

Situasi ini memicu penghentian sementara perdagangan atau trading halt, yang mengingatkan pasar pada momen-momen krisis sebelumnya, seperti pada 1998 dan 2020.

Jurnalis senior Hersubeno Arief menyoroti bahwa sinyal krisis sudah mulai terlihat di depan mata.

“Kejatuhan IHSG kali ini cukup mengejutkan. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa IHSG bisa anjlok begitu dalam,” ujarnya dilansir dari youtube Hersubeno Point.

Baca Juga: Deretan Laptop Berharga 4 Juta an, Bagus Untuk Bekerja dan Masih Bisa Untuk Games Juga

 Menurutnya, penurunan IHSG kali ini bukan sekadar gejolak pasar biasa, melainkan indikasi bahwa perekonomian Indonesia sedang menghadapi tekanan yang serius.

 Ia menekankan bahwa kondisi ini mirip dengan situasi menjelang krisis ekonomi 1998, yang menyebabkan kehancuran besar di berbagai sektor ekonomi.

Pada sesi perdagangan hari ini, IHSG dibuka di level 6.394,87 atau turun 1,19% (minus 77 poin). Kemudian, indeks anjlok lebih dalam sebesar 5,02% ke level 6.146 pada pukul 11.19 WIB, sehingga perdagangan dihentikan sementara.

Namun, setelah dibuka kembali, IHSG justru semakin merosot hingga lebih dari 7% ke level 6.118,39 sebelum akhirnya ditutup di 6.176,081, melemah 6,12% secara keseluruhan.

Baca Juga: Intip Laptop Berharga 3 Juta, Dengan Performa Bagus

“Lalu, apa faktor pemicu kejatuhan IHSG hari ini? Para pengamat dan pelaku pasar tampaknya melihat faktor sentimen ekonomi domestik sebagai penyebab utama, yang kemudian memicu aksi jual besar-besaran dari investor asing,” terangnya.

Lebih lanjut, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang meningkat tajam menjadi faktor utama yang membuat pasar kehilangan kepercayaan.

Per Februari 2025, defisit APBN mencapai 0,13% dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau sekitar Rp31,2 triliun, jauh berbeda dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang masih mencatatkan surplus Rp26,4 triliun.

Baca Juga: Dugaan Pungli di Tol Dalam Kota, Polisi Terekam Terima Salam Tempel

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Alit Suwirya

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X