Padahal, Jokowi sebelumnya telah mempromosikan Ganjar demi menjaga dominasi nasionalis dalam pemerintahan.
Namun, keputusan Megawati ini dianggap sebagai langkah sepihak yang memperkuat narasi "tegak lurus" di internal partai, menempatkan loyalitas kepada ketua umum di atas segalanya.
Sementara itu, Laksamana Sukardi melihat bahwa Jokowi, meski dikenal sebagai sosok yang tenang, merasa kecewa dengan dinamika ini.
Baca Juga: Ketidakstabilan Ekonomi dan Politik, Rocky Gerung: Indonesia Butuh Kepastian!
Jokowi, yang memiliki akses luas ke berbagai sumber informasi dan analisis intelijen, menyadari bahwa Ganjar tidak memiliki peluang besar tanpa dukungan luas di luar PDIP.
Oleh karena itu, ia mendukung Prabowo Subianto sebagai calon presiden. Langkah ini, meskipun pragmatis, dianggap sebagai pembelotan oleh Megawati dan akhirnya memicu pemecatannya.
Laksamana Sukardi menegaskan, Megawati terlihat tidak nyaman jika ada kader yang lebih menonjol darinya. Hal ini menciptakan situasi di mana kader-kader berprestasi seperti Jokowi tidak diberikan penghargaan yang seharusnya, melainkan dianggap sebagai ancaman.***
Baca Juga: Presiden Prabowo Beri Pilihan untuk Koruptor, Tobat atau Hukum Tegas Menanti!
Artikel Terkait
Ada Upaya Terus-Menerus Melemahkan PDIP, Rocky Gerung: Isu Harun Masiku Diangkat Habis-Habisan
Jokowi Angkat Bicara Soal Pemecatan oleh PDIP, Tidak Akan Membela atau Menilai
Rocky Gerung: PDIP Salah Pilih Jokowi Jadi Presiden Tapi Benar Ketika Memecatnya
Adi Prayitno: 24 Tahun Bersama PDIP, Jokowi Punya Modal yang Cukup Bentuk Partai Baru
Effendi Gazali Ungkap Jokowi Diuntungkan dengan Pemecatannya dari PDIP, Tidak Jadi Kutu Loncat
Ade Armando Sebut Pemecatan Jokowi oleh PDIP Sebagai Blunder Besar