Bisnisbandung.com - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto secara resmi membuka Sekolah Hukum PDIP.
Dalam pidato pembukaannya Hasto menekankan pentingnya memahami keadilan sejati yang berakar dari semangat kebangsaan para pendiri republik.
Hasto juga mengkritisi kondisi hukum saat ini yang kerap dipengaruhi oleh kekuasaan otoriter.
Baca Juga: Catatan Lengkap Jadwal, Hasil dan Klasemen Euro 2024
Hasto menegaskan bahwa negara yang dikendalikan oleh hukum otoriter hanya untuk kekuasaan adalah tanda awal kegelapan bagi negeri.
Dikutip dari youtube kompas, Hasto menjelaskan "Setelah merdeka kita harus memastikan hukum bekerja dengan benar, bukan dikendalikan oleh aspek-aspek lain yang sering menumpanginya."
"Dengan sekolah hukum ini, kita belajar merancang keadilan sejati dari suasana kebatinan ketika republik ini dibangun," ujar Hasto.
PDIP, menurut Hasto, adalah partai pejuang dan pelopor yang akan terus menghadapi berbagai ujian sejarah dengan kepala tegak.
Baca Juga: Geger! Said Didu Sebut Negara Ini Secara Akuntansi Sudah Bangkrut: Siap-siap Aja Harga akan Naik
Hasto menekankan "Dengan supremasi hukum dan meritokrasi, kita mampu menjadi negara yang hebat."
"Namun, ketika hukum hanya menjadi alat kekuasaan otoriter, itu adalah awal dari kegelapan bagi bangsa ini," tegas Hasto.
Ia mengingatkan pesan Megawati Soekarnoputri bahwa keadilan pada akhirnya akan menang.
"Kita adalah partai pejuang, partai pelopor yang terus dengan kepala tegak menghadapi berbagai ujian sejarah. Percayalah, keadilan akan menang," ujar Hasto.
Menurut Hasto Sekolah Hukum PDIP ini akan berlangsung selama satu bulan penuh, dengan sesi hibrid setiap hari Jumat.
Baca Juga: Tips Menggunakan Google Maps untuk Liburan Musim Semi
Artikel Terkait
Rocky Gerung: Hasto Kristiyanto Jadi Alat Tawar Politik Jokowi
Tak Perlu Izin Jokowi untuk Pilkada Jakarta, Kaesang: Saya Ketua Umum
Isu Reshuffle Kabinet Jokowi, Budi Arie Ketua Projo Sebut Masih Bisa Berubah
Mahfud MD Tantang Jokowi, "Kalau Mau Karut-Marut Hukum Bisa Beres"
Hasto Sudah Tahu Dirinya Jadi Target, Deddy Sitorus Ungkap Indikasi Politisasi
Pembagian Buku Kontroversial, Gibran Minta Maaf atas Penggunaan Gambar Jan Ethes