Yang Muda Yang Punya Usaha

photo author
- Kamis, 1 Agustus 2019 | 11:45 WIB
coffee
coffee

Ternyata, penilaiannya benar. Maicih mengubah sistem penjualan. Persaingan sesama penjual pun makin ketat. Apalagi, Maicih masuk ke pasar modern. Dengan sendirinya, penjual yang tidak kuat tereleminasi.

Rinda jadi salah satu yang tidak kuat itu. Alhasil, ia memutuskan stop menjual Maicih. “Saya jualan dari 2011 sampai 2013. Setahun terakhir, struggling banget,” kata dia.

Sejatinya, bakat dagang Rinda sudah ada sejak dia masih berseragam putih merah alias sekolah dasar (SD).

Waktu duduk di bangku kelas lima, dia jualan asinan buatan asisten rumahtangga (ART)-nya di sekolah, dan laku keras. Duit hasil jualan, ia berikan semuanya ke ART lantaran uang jajan dari orangtua lebih dari cukup.

Rinda kembali berdagang saat sekolah menengah atas (SMA). Tapi, dia mulai serius berjualan pas kuliah.

Dia jadi reseller tas impor. “Saya lihat ada pasarnya karena teman-teman mau beli,” ujarnya yang kemudian membuka lapak di Facebook pada 2009 silam.

Satu tahun riset

Setelah tak lagi menjadi distributor Maicih, Rinda memanfaatkan gelar sarjananya untuk bekerja di perusahaan. Tapi, hanya bertahan 1,5 tahun.

Beruntung dia banyak ikut komunitas. Itulah yang mengantarkannya bertemu dengan seseorang yang kelak bersamanya mendirikan usaha Masterista.

Sayangnya, Rinda menolak mengungkap jati diri mitranya itu. Yang terang, ia jebolan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor (IPB).

Mulanya, sang mitra mengajaknya berbisnis kopi. “Tapi saya kurang sreg, saya merasa susah kayaknya bisnis kopi,” ujarnya.

Lantaran punya latar belakang pendidikan teknologi pangan, si mitra punya keahlian membuat serbuk minuman. Rinda pun langsung setuju. Pada 2015, mereka sepakat merintis usaha tersebut.

Satu tahun pertama, Rinda melakukan riset sekaligus trial and error. Ia juga minta bantuan konsultan untuk membangun merek, membuat logo dan  melakukan studi pasar. Mereka juga mengundang calon pembeli untuk ikut focus group discussion (FGD), mulai pemilik kafe, kedai kopi, hingga barista.

Dari situ, Rinda menemukan formula marketing yang pas. Sebab, ia kebagian tugas di bagian pemasaran dan operasional.

Sementara sang mitra mengurus produksi yang ada di Cempaka Putih, Jakarta. “Akhirnya launching, langsung 50 varian rasa, jualan door to door ke kedai kopi,” katanya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X