Simak baik-baik! Strategi Warren Buffett Agar Sukses di Bursa Saham

Bisnis Bandung - Warren Buffett merupakan orang yang sukses di Bursa Saham, dia berinvestasi dengan menggunakan filosofi investasi nilai yang Benjamin Graham. Tujuannya adalah untuk menemukan sekuritas dengan harga rendah yang tidak dapat dibenarkan relatif terhadap nilai intrinsiknya.  

Dimana kebanyakan sejumlah besar investor di Bursa Saham tidak percaya pada hipotesis pasar efisien (EMH). Menurut teori ini, Saham selalu diperdagangkan pada nilai wajarnya, untuk mencegah investor membeli atau menjual Saham yang undervalued atau meningkat , namun tidak untuk warren Buffet faktanya untuk sukses di Bursa Saham dia lebih melihat ke arah fundamental dari perusahaan tersebut. 

Contohnya Ketika Warren Buffett sukses berinvestasi di sebuah perusahaan yang ada di Bursa Saham, dia tidak pernah khawatir apakah perusahaan itu akan diakui oleh pasar pada suatu saat. atau Sebaliknya, dia lebih peduli tentang seberapa baik perusahaan itu akan menghasilkan uang.

Baca Juga: Mudah Ditiru! Ternyata Kebiasaan Orang Sukses Cuma 3, Apa Saja?

Selain itu, dia menilai seberapa besar kemungkinan sebuah transaksi kehilangan modal ketika didukung oleh manajer yang kuat dan rajin, dan ketika menentukan nilai intrinsik dari sebuah kesepakatan. 

Dalam pandangannya, bisnis dapat dilikuidasi untuk nilai diskon dari sisa uang tunai. Sebagai bagian dari perhitungan ini, dia menggunakan angka tunai yang didefinisikan sebagai "penghasilan pemilik".

Metode Warren Buffett juga melibatkan pemeriksaan semua biaya, tidak hanya yang dianggap sebagai beban akuntansi, untuk menentukan nilai ekonomi jangka panjang. Menurutnya, praktik mark-to-market mengalihkan perhatian dari bottom line dengan meningkatkan volatilitas.

Namun, seorang investor harus berinvestasi hanya di perusahaan yang tidak terlalu rumit untuk memperkirakan nilai intrinsik.

Berikut merupakan merupakan saran-saran dari Warren Buffett agar bisa sukses di Bursa Saham dengan metode yang diterapkannya hingga sampai sekarang.

1. Ada Saatnya Diversifikasi Bukan Ide Bagus