Tom juga mempertanyakan prosedur pemecatan terhadap tiga karyawan awal yang menjadi pemicu aksi mogok.
Berdasarkan regulasi yang berlaku, PHK harus diawali dengan tahapan pemberian surat peringatan (SP1, SP2, dan SP3). Jika proses ini tidak dijalankan, maka pemecatan tersebut bisa dianggap melanggar hukum.
Di sisi lain, Tom menekankan bahwa mogok kerja pun memiliki aturan yang jelas.
Ia menyatakan bahwa aksi mogok seharusnya disertai pemberitahuan resmi kepada perusahaan serta difasilitasi melalui mediasi tripartit antara pekerja, manajemen, dan perwakilan pemerintah.
Dalam kasus ini, tidak ditemukan bukti bahwa prosedur mogok tersebut dijalankan sesuai ketentuan.
Fakta lainnya diungkap oleh Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Cirebon, Novi Hendrianto.
Baca Juga: Ade Armando: Mereka Bermimpi Indonesia Butuh PDIP dan Megawati
Ia menegaskan bahwa PT Yihong belum dinyatakan pailit. Artinya, langkah PHK yang diambil harus dikaji ulang dan diselesaikan melalui mediasi sesuai mekanisme perundang-undangan.
Menurutnya, perusahaan masih berkewajiban menyelesaikan kewajiban kepada para pekerja, termasuk pembayaran pesangon, tunjangan hari raya (THR), serta kompensasi lainnya.
Demo besar-besaran sempat berlangsung di depan Kantor Bupati Cirebon pada 11 Maret 2025, sebagai bentuk protes atas PHK yang dinilai sewenang-wenang.
Jadwal pembayaran hak-hak karyawan direncanakan berlangsung pada 17 Maret, namun sebagian buruh menuntut keterlibatan langsung pemerintah dalam mengawasi proses ini agar berjalan adil dan transparan.***
Baca Juga: Pengamat Menelisik Bahaya Politikal Sinyal dari Kunjungan Menteri ke Solo Bertemu Jokowi