nasional

Pengamat Politik Ingatkan Bahaya Penyederhanaan Sejarah di Balik Gelar Pahlawan Soeharto

Selasa, 11 November 2025 | 17:00 WIB
Presiden RI ke-2 Soeharto (dok instagram jejaksoeharto)

bisnisbandung.com - Penetapan almarhum Presiden Soeharto sebagai Pahlawan Nasional terus memunculkan perdebatan di ruang publik.

Di tengah dukungan hasil survei yang menunjukkan mayoritas masyarakat menyetujui keputusan tersebut, sejumlah kalangan menilai bahwa proses penetapan ini justru membuka ruang manipulasi sejarah dan penyederhanaan narasi masa lalu.

Pengamat politik Rocky Gerung menilai bahwa penetapan gelar tersebut mencerminkan bagaimana kekuasaan mampu memanfaatkan opini publik untuk membenarkan ambisi politik.

Baca Juga: Sentil Gelar Pahlawan Soeharto, Rocky Gerung: Yang Kita Ingat Bukan Kepahlawanan

Ia melihat bahwa dinamika wacana intelektual dan perdebatan ideologis yang dahulu hidup di kalangan aktivis kini justru meredup setelah satu dekade pemerintahan sebelumnya. Kondisi ini dianggap sebagai tanda melemahnya tradisi berpikir kritis dalam politik Indonesia.

“Dan lebih dari itu lagi, bagaimana para aktivis yang dulu getol atau, bukan sekadar getol karena itu kata yang terlalu dangkal, mereka yang punya garis pikiran berbeda dan secara otentik memperjuangkan demokrasi dari rezim sebelumnya yaitu Orde Baru,” tuturnya.

“Kemudian dihisap oleh kekuasaan selama 10 tahun sehingga perdebatan-perdebatan intelektual itu punah dan lumpuh,” imbuhnya dilansir dari youtube Rocky Gerung Official.

Menurut Rocky, tidak adanya perdebatan yang sehat membuat euforia terhadap figur politik tertentu berubah menjadi alat legitimasi kekuasaan.

Baca Juga: Pilihan Sepatu Vans yang Bisa Jadi Pilihan saat Ada Promo Sepatu Vans di Blibli!

Euforia tersebut kemudian dimanfaatkan oleh lembaga survei dan elite politik untuk membentuk persepsi publik, menggiring opini agar sejalan dengan kepentingan tertentu.

Akibatnya, sejarah yang seharusnya menjadi ruang dialektika justru direduksi menjadi alat pembenaran situasi politik saat ini.

Ia juga menyoroti perubahan sikap kalangan kiri yang kini berada di pemerintahan. Kelompok yang dahulu dikenal vokal menentang rezim Orde Baru dinilai kini kehilangan daya kritisnya setelah terkooptasi oleh kekuasaan.

Baca Juga: Wisuda ke-31 Poltekpar Bali: 63% Lulusan Langsung Terserap Industri

 

Halaman:

Tags

Terkini