bisnisbandung.com - Whoosh atau proyek kereta cepat Jakarta–Bandung kembali menjadi sorotan publik setelah muncul dugaan adanya praktik mark up dalam pembiayaan proyek tersebut.
Dugaan ini mencuat setelah mantan Menko Polhukam Mahfud MD menyampaikan adanya indikasi pembengkakan anggaran yang dinilai tidak wajar.
Pengamat BUMN Toto Pranoto menilai bahwa indikasi pembengkakan biaya pada proyek ini memang perlu ditelusuri lebih dalam, terutama dari sisi transparansi dan kesesuaian perencanaan awal.
Baca Juga: Proyek Kereta Cepat Terlilit Utang, DPR Optimistis Solusi Bisa Ditemukan
“Jadi saya kira mungkin nanti mesti merujuklah kepada hasil-hasil yang sudah diaudit, saya kira mungkin oleh BPKP waktu itu ya, untuk memastikan apakah terjadi mark up,” lugasnya dilansir dari youtube Metro TV.
Ia mengingatkan bahwa proyek strategis berskala besar seperti ini seharusnya melibatkan audit menyeluruh sejak tahap studi kelayakan atau feasibility study (FS).
Dalam pelaksanaannya, proyek Whoosh mengalami pembengkakan biaya dari nilai awal sekitar 6 miliar dolar AS, meningkat sekitar 1 miliar dolar AS karena berbagai faktor.
Salah satu penyebab yang dinilai signifikan adalah keterlambatan dalam proses pembebasan lahan.
Baca Juga: Pengamat Ekonomi Usulkan Jepang Kembali Terlibat dalam Proyek Kereta Cepat Whoosh
Kondisi ini sangat berbeda dengan negara asal teknologi proyek tersebut, China, yang memiliki mekanisme pembebasan tanah lebih sederhana.
Selain masalah lahan, perbedaan asumsi teknis dan operasional antara kondisi di China dan Indonesia juga dinilai berperan dalam membengkaknya biaya proyek.
Hal ini membuat estimasi awal yang digunakan oleh konsorsium pelaksana menjadi kurang relevan ketika diterapkan di lapangan.
Toto menekankan bahwa penting bagi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan audit komprehensif guna memastikan apakah pembengkakan biaya tersebut merupakan konsekuensi teknis atau ada unsur ketidakwajaran.
“Tapi saya kira penting sekali lah ya, auditor negara BPKP memeriksa sekali lagi apakah ada faktor-faktor yang menyebabkan, misalnya, pembengkakan itu dianggap sebagai sesuatu yang tidak wajar kalau dibandingkan dengan proyek sejenis di luar negeri,” terangnya.
Baca Juga: Rocky Gerung Sebut Kekerasan di Sekolah sebagai Bentuk “Korupsi Pikiran”