nasional

Kasus Abraham Samad, Refly Harun: Demokrasi Sontoloyo Jika Orang Diproses Karena Berpendapat

Minggu, 17 Agustus 2025 | 07:05 WIB
Abraham Samad, eks Ketua KPK (Tangkap layar youtube Kompas TV)

bisnisbandung.com - Ahli Hukum Tata Negara, Refly Harun, menilai kasus pemeriksaan terhadap mantan Ketua KPK Abraham Samad mencerminkan gejala pelemahan demokrasi di Indonesia.

Menurutnya, negara yang masih memproses warganya karena menyampaikan pendapat menunjukkan sistem demokrasi yang tidak sehat.

“Iya, ini secara umum ya, saya selalu mengatakan, negara yang masih memproses orang yang berpendapat itu demokrasinya pasti sontoloyo gitu ya,” lugasnya dilansir dari youtube Kompas TV.

Baca Juga: Pukat UGM Desak KPK Percepat Proses Dugaan Korupsi Bupati Pati

Refly menekankan bahwa persoalan ini bukan semata terkait individu Abraham Samad, melainkan menyangkut bagaimana Indonesia memelihara prinsip demokrasi dan konstitusi.

“Jadi ini bukan soal Abraham Samad atau tidak, tapi bagaimana kita memelihara demokrasi dan konstitusi kita. Itu yang paling penting sesungguhnya,” tegasnya.

Ia mengingatkan bahwa reformasi 1998 seharusnya menjadi titik balik dari praktik otoritarianisme Orde Baru menuju kebebasan berpendapat yang dijamin konstitusi. Namun, kasus semacam ini menunjukkan bahwa pola lama justru kembali terjadi.

Baca Juga: Megawati Resmi Pilih Hasto Kristiyanto Jadi Sekjen PDIP Lagi, Kenapa Baru Diumumkan?

Dalam konteks hukum, Refly mengakui setiap orang memiliki hak melapor jika merasa difitnah atau dicemarkan.

Namun, ia menilai laporan harus jelas mengenai bagian mana yang dianggap fitnah, siapa yang dilaporkan, serta waktu dan tempat peristiwa.

“Silakan saja dia. Yang jelas harus jelas apa peristiwanya, di mana dia tahu bahwa dia difitnah, lalu siapa yang mau dia laporkan dan lain sebagainya. Sekarang kan tidak jelas,” ungkapnya.

Kasus yang menimpa Abraham Samad disebutnya membingungkan karena laporan yang diajukan mantan Presiden Joko Widodo terkait dugaan ijazah palsu tidak secara tegas menunjuk pihak terlapor.

Refly juga mengkritisi penggabungan beberapa laporan dalam kasus ini, termasuk laporan pribadi Jokowi sebagai delik aduan dan laporan pihak lain yang bersifat delik umum.

Baca Juga: Wamenkeu Akui Penyerapannya Rendah, Optimistis MBG Rp335 Triliun Bisa Capai Target

Halaman:

Tags

Terkini